Interaksi Obat

Interaksi obat berarti saling pengaruh antar obat sehingga terjadi perubahan efek. Di dalam tubuh obat mengalami berbagai macam proses hingga akhirnya obat di keluarkan lagi dari tubuh.

Proses-proses tersebut meliputi, absorpsi, distribusi, metabolisme (biotransformasi), dan eliminasi. Dalam proses tersebut, bila berbagai macam obat diberikan secara bersamaan dapat menimbulkan suatu interaksi.

Selain itu, obat juga dapat berinteraksi dengan zat makanan yang dikonsumsi bersamaan dengan obat.

Bacaan Lainnya

Interaksi yang terjadi di dalam tubuh dapat dibedakan menjadi dua, yaitu interaksi farmakodinamik dan interaksi farmakokinetik.

Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antar obat (yang diberikan bersamaan) yang bekerja pada reseptor yang sama sehingga menimbulkan efek sinergis atau antagonis.

Interaksi farmakokinetik adalah interaksi antar 2 atau lebih obat yang diberikan bersamaan dan saling mempengaruhi dalam proses ADME (absorpsi, distribusi, metabolisme, dan eliminasi) sehingga dapat meningkatkan atau menurunkan salah satu kadar obat dalam darah.

Selanjutnya akan dibahas lebih lanjut tentang interaksi farmakokinetik. Interaksi obat mengakibatkan:

  • Berkurang atau hilangnya khasiat terapi.
  • Meningkatnya aktivitas obat, dan dapat terjadi reaksi toksik obat

Jenis interaksi obat berdasarkan mekanisme:

  1. Interaksi farmakokinetika: bila suatu interaktan mengganggu absorbsi, distribusi, biotransformasi (metabolisme) dan ekskresi obat objek.
  2. Interaksi farmakodinamika: bila interaktan dan obat objek bekerja pada tempat kerja, reseptor, atau sistem fisiologi yang sama.

Untuk memperdalam cakrawala pemahaman anda, yuk simak penjelasan lengkapnya di bawah ini!

1. Interaksi Obat Dengan Obat

Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaian obat lain (interaksi obat-obat) atau oleh makanan, obat tradisional dan senyawa kimia lain.

Dengan kata lain interaksi obat adalah situasi di mana suatu zat memengaruhi aktivitas obat, yaitu meningkatkan atau menurunkan efeknya, atau menghasilkan efek baru yang tidak diinginkan atau direncanakan.

Interaksi dapat terjadi antar-obat atau antara obat dengan makanan serta obat-obatan herbal. Secara umum, interaksi obat harus dihindari karena kemungkinan hasil yang buruk atau tidak terduga.

Beberapa interaksi obat bahkan dapat berbahaya bagi anda.

Misalnya, jika Anda memiliki tekanan darah tinggi Anda bisa mengalami reaksi yang tidak diinginkan jika Anda mengambil dekongestan hidung.

Namun, interaksi obat juga dapat dengan sengaja dimanfaatkan, misalnya pemberian probenesid dengan penisilin sebelum produksi massal penisilin. Karena penisilin waktu itu sulit diproduksi, kombinasi itu berguna untuk mengurangi jumlah penisilin yang dibutuhkan.

Interaksi obat yang signifikan dapat terjadi jika dua atau lebih obat digunakan bersama-sama. Interaksi obat dan efek samping obat perlu mendapat perhatian.

Studi di amerika menunjukkan bahwa setiap tahun terdapat sekitar 100.000 orang harus tinggal di rumah sakit atau masuk rumah sakit bahkan hingga terjadi kematian akibat interaksi obat.

Pasien yang dirawat di rumah sakit sering mendapat terapi dengan polifarmasi (6-10 macam obat) karena sebagai subjek untuk lebih dari satu dokter, sehingga terjadi interaksi obat terutama yang dipengaruhi tingkat keparahan penyakit atau usia.

Interaksi obat secara klinis penting bila mengakibatkan peingkatan toksisitas dan mengurangi efektivitas obat.

Jadi perlu diperhatikan terutama bila menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit (indeks terapi rendah) seperti obat glikosida (gagal jantung), antikoagulan, dan lain-lain.

Obat-obat yang besar kemungkinannya terlibat dalam interaksi obat adalah: obat yang rentang terapinya sempit, obat yang memerlukan pengendalian dosis yang teliti, dan obat yang menginduksi atau menghambat sistem enzim mikrosom hepatik sitokrom P450 monooksigenase.

Selain itu perlu juga diperhatikan obat-obat yang dapat digunakan bersama. Kejadian interaksi obat-obat dalam klinis sulit diprediksi karena beberapa hal sebagai berikut:

  1. Dokumentasinya masih kurang baik.
  2. Kurangnya pengetahuan terkait mekanisme obat.
  3. Adanya variasi individu dan variasi penyakit (komplikasi).

Adapun mekanisme interaksi obat adalah sebagai berikut:

  • Interaksi farmakokinetika. Dapat terjadi pada berbagai tahap meliputi absorbsi, distribusi, metabolisme, atau ekskresi.
  • Interaksi Farmakodinamika. Meliputi sinergisme kerja obat, antagonisme kerja obat, efek reseptor tidak langsung, gangguan cairan dan elektrolit.

Pasien yang rentan terhadap interaksi obat adalah:

  • Orang usia lanjut.
  • Orang yang minum lebih dari 1 macam obat.
  • Pasien yang mempunyai gangguan fungsi ginjal dan hati.
  • Pasien dengan penyakit akut.
  • Pasien dengan penyakit yang tidak stabil.
  • Pasien yang memiliki karakteristik genetik tertentu.
  • Pasien yang dirawat oleh lebih dari 1 dokter.
  • Pasien hamil dan menyusui.

Berikut merupakan kasus-kasus yang terjadi akibat interaksi obat, antara lain:

  1. Antitiroid → hipertiroid pd janin.
  2. Barbiturat → ketergantungan obat pd janin.
  3. AINS → kontriksi pada ductus arteriosus.
  4. Beta-blocker → hambatan pertumbuhan pada masa kehamilan.
  5. Tetrasiklin → pewarnaan pd gigi, hambatan pertumbuhan tulang.

2. Interaksi Obat Dengan Makanan

Interaksi obat dengan makanan adalah adanya efek toksik atau efek yang tidak diinginkan dari suatu obat atau penurunan efektivitas obat karena adanya percampuran dengan zat yang ada dalam makanan.

Ada obat yang penyerapannya lebih baik dan lebih cepat dan ada obat yang penyerapannya lebih lambat dan lebih jelek bila ada makanan, tanpa makanan atau bersama-sama makanan.

Demikian pula jenis makanan dan minuman yang kita konsumsi akan berpengaruh terhadap penyerapan obat dalam tubuh.

Setelah obat diserap oleh tubuh, barulah obat bekerja di dalam tubuh sesuai dengan fungsinya masing-masing.

Interaksi obat dengan makanan dan minuman dapat berdampak obat tidak bekerja dengan semestinya, menyebabkan efek samping atau sebaliknya obat lebih efektif bekerja.

Karena itu aturan pakai obat berbeda-beda. Ada baiknya kita mengetahui kapan waktu terbaik kita minum obat? dan obat apa yang berinteraksi dengan makanan? Agar obat yang kita minum dapat optimal membantu pemulihan kesehatan kita.

Obat-obat penghilang sakit/penurun demam yang istilah medisnya disebut analgetik, contoh yang paling populer adalah parasetamol.

Obat ini terbaik diberikan dalam keadaan perut kosong karena makanan akan memperlambat penyerapan obat. Jangan minum alkohol bila sedang mengkonsumsi obat ini karena dapat berdampak terhadap kerusakan hati atau pendarahan pada saluran cerna.

Obat anti alergi, seperti cetiridin, loratadin, CTM juga sebaiknya diminum dalam keadaan perut kosong. Efek samping obat ini menyebabkan kantuk yang mengurangi kewaspadaan. Sehingga sangat berbahaya jika minum obat ini berbarengan dengan minum alkohol, karena akan memperparah efek samping tersebut.

Minum teh/kopi dapat mengurangi rasa kantuk. Jangan minum antibiotik tetracyclin bersama-sama dengan susu. Susu mengandung kalsium yang dapat membentuk suatu kesatuan dengan tetracyclin sehingga sulit untuk dapat diserap oleh tubuh.

Obat asma seperti golongan teofilin, albuterol dan ephinephrine bila berinteraksi dengan makanan yang memiliki kandungan lemak tinggi dapat meningkatkan jumlah teofilin dalam darah, tetapi dengan makanan yang memiliki karbohidrat tinggi dapat menurunkan kadar teofilin dalam tubuh.

Hindari pula minum teh atau kopi bersama-sama dengan obat ini, karena keduanya sama-sama akan memacu susunan saraf pusat.

Minum obat ini bersama alkohol akan meningkatkan efek samping seperti mual, muntah, dan sakit kepala.

Obat warfarin adalah obat untuk mengencerkan darah. Vitamin E dan bawang juga membantu pengenceran darah. Sehingga bila mereka dikonsumsi bersama dampaknya terhadap pengenceran darah akan berlebih yang tentu saja berbahaya.

Tetapi sebaiknya pasien yang mengkonsumsi obat ini juga makan sayuran brokoli dan bayam secara teratur dengan jumlah secukupnya (tidak berlebih), karena sayur tersebut membantu pembentukan clot darah sehingga membantu mengembalikan efek warfarin.

Makanan/minuman yang mengandung tiramin seperti alkohol, keju dan daging olahan tidak boleh dikonsumsi bersama-sama dengan obat antidepresan, karena dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah. Sebenarnya masih banyak lagi contoh interaksi obat dan makanan yang seharusnya dihindari oleh pasien.

Contoh diatas hanya untuk memberikan gambaran agar kita selalu waspada bila berhubungan dengan konsumsi obat.

Minum alkohol harus dihindari bila kita sedang mengkonsumsi obat. Untuk informasi yang lebih jelas dan lengkap anda dapat konsultasi dengan apoteker di apotek sewaktu membeli obat.

Makanan yang mengandung zat Tyramine (seperti bir, anggur, alpukat, beberapa jenis keju, dan berbagai daging olahan) memperlambat kerja enzim yang memetabolisme obat penghambat MAO (kelompok obat antidepresi) dan dapat menyebabkan efek yang berbahaya, termasuk tekanan darah tinggi yang serius.

Beberapa jenis makanan dapat mencegah obat tertentu untuk diserap ke dalam darah setelah ditelan, dan yang lain sebaliknya dapat meningkatkan penyerapan obat.

Contohnya, jika anda meminum segelas susu ketika menggunakan obat antibiotik tetrasiklin, calcium yang ada dalam susu akan mengikat tertrasiklin, membentuk senyawa yang tidak mungkin dapat diserap oleh tubuh ke dalam darah. Sehingga efek yang diharapkan dari obat tetrasiklin tidak akan terjadi.

Di sisi lain, meminum segelas jus citrus bersamaan dengan suplemen yang mengandung zat besi akan sangat bermanfaat karena vitamin C yang ada dalam jus akan meningkatkan penyerapan zat besi.

Akhirnya, beberapa makanan benar-benar bisa mengganggu efek yang diinginkan dari obat.

Contohnya, orang yang menggunakan obat pengencer darah warfarin seharusnya tidak mengkonsumsi secara bersamaan dengan makanan yang banyak mengandung vitamin K seperti brokoli, atau bayam.

Vitamin K membantu pembekuan darah, sehingga melawan efek dari obat warfarin. Efek yang sebaliknya, terjadi dengan vitamin E, bawang dan bawang putih, karena bahan-bahan ini menghaslkan efek yang mirip dengan efek warfarin.

Konsumsi dalam jumlah besar dari makanan ini dapat menyebabkan efek warfarin menjadi terlalu kuat.

Tidak semua obat berinteraksi dengan makanan. Namun, banyak obat-obatan yang dipengaruhi oleh makanan tertentu dan waktu Anda memakannya.

Contoh Interaksi Obat dengan Makanan

Berikut adalah beberapa contohnya, antara lain:

1. Jus jeruk

Jus Jeruk menghambat enzim yang terlibat dalam metabolisme obat sehingga mengintensifkan pengaruh obat-obatan tertentu. Peningkatan pengaruh obat mungkin kelihatannya baik, padahal tidak.

Jika obat diserap lebih dari yang diharapkan, obat tersebut akan memiliki efek berlebihan. Misalnya, obat untuk membantu mengurangi tekanan darah bisa menurunkan tekanan darah terlalu jauh.

Konsumsi jus jeruk pada saat yang sama dengan obat penurun kolesterol juga meningkatkan penyerapan bahan aktifnya dan menyebabkan kerusakan otot yang parah.

Jeruk yang dimakan secara bersamaan dengan obat anti-inflamasi atau aspirin juga dapat memicu rasa panas dan asam di perut.

2. Kalsium atau makanan yang mengandung kalsium

Kalsium atau makanan yang mengandung kalsium, seperti susu dan produk susu lainnya dapat mengurangi penyerapan tetrasiklin.

3. Makanan yang kaya vitamin K (kubis, brokoli, bayam, alpukat, selada)

Makanan yang kaya vitamin K (kubis, brokoli, bayam, alpukat, selada) harus dibatasi konsumsinya jika sedang mendapatkan terapi antikoagulan (misalnya warfarin), untuk mengencerkan darah. Sayuran itu mengurangi efektivitas pengobatan dan meningkatkan risiko trombosis (pembekuan darah).

4. Kafein meningkatkan risiko overdosis antibiotik tertentu (enoxacin, ciprofloxacin, norfloksasin)

Untuk menghindari keluhan palpitasi, tremor, berkeringat atau halusinasi, yang terbaik adalah menghindari minum kopi, teh atau soda pada masa pengobatan.

3. Interaksi Obat Secara Farmakokinetik

Interksi obat secara farmakokinetika akan kami bahas dalam beberapa bagian di bawah ini, antara lain:

a. Interaksi Dalam Mekanisme Absorbsi

Obat-obat yang digunakan secara oral biasanya diserap dari saluran cerna ke dalam sistem sirkulasi. Ada banyak kemungkinan terjadi interaksi selama obat melewati saluran cerna.

Absorpsi obat dapat terjadi melalui transport pasif maupun aktif, di mana sebagian besar obat diabsorpsi secara pasif. Proses ini melibatkan difusi obat dari daerah dengan kadar tinggi ke daerah dengan kadar obat yang lebih rendah.

Pada transport aktif terjadi perpindahan obat melawan gradien konsentrasi (contohnya ion-ion dan molekul yang larut air) dan proses ini membutuhkan energi.

Absorpsi obat secara transport aktif lebih cepat dari pada secara tansport pasif.

Obat dalam bentuk tak-terion larut lemak dan mudah berdifusi melewati membran sel, sedangkan obat dalam bentuk terion tidak larut lemak dan tidak dapat berdifusi.

Di bawah kondisi fisiologi normal absorpsinya agak tertunda tetapi tingkat absorbsi biasanya  sempurna.

Bila kecepatan absorpsi berubah, interaksi obat secara signifikan akan lebih mudah terjadi, terutama obat dengan waktu paro yang pendek atau bila dibutuhkan kadar puncak plasma yang cepat untuk mendapatkan efek.

Mekanisme interaksi akibat gangguan absorpsi, antara lain:

1. Kompleksasi dan absorbsi (Interaksi langsung)

Interaksi langsung yaitu terjadi reaksi/pembentukan senyawa kompleks antar senyawa obat yang mengakibatkan salah satu atau semuanya dari macam obat mengalami penurunan kecepatan absorpsi.

Interaksi ini dapat dihindarkan bila obat yang berinteraksi diberikan dalam jangka waktu minimal 2 jam.

OBAT AOBAT BEFEK INTERAKSI
TetrasiklinAntasida (mengandung ion logam) Susu bermineral (mengandung logam).Terbentuk kelat tak terabsobsi. Absorbsi tetrasiklin dan logam tertentu (Fe2+) berkurang.
LevodopaFeSO4Terbentuk kompleks kelat, absorbsi levodopa berkurang.
Digoksin, DigitoksinKolestiramin, kortikosteroid, tiroksinPengikatan obat A oleh obat B, absorbsi obat A berkurang.
Digoksin, LinkomisinKaolin-pektin
Pengikatan obat A oleh obat B, absorbsi obat A berkurang.
RifampisinBentonit (bahan pengisi tablet)Pengikatan obat A oleh obat B, absorbsi obat A berkurang.
2. Perubahan pH saluran pencernaan

PH cairan saluran cerna mempengaruhi laju absorbsi obat yang bersifat asam atau basa lemah.

Pada pH cairan saluran cerna yang alkalis obat asam terionisasi, kurang terabsorbsi, misalnya akibat adanya antasid, akan meningkatkan kelarutan obat yang bersifat asam yang sukar larut dalam saluran cerna, misalnya aspirin.

Dengan demikian dipercepatnya disolusi aspirin oleh basa akan mempercepat absorpsinya.

Akan tetapi, suasana alkalis di saluran cerna akan mengurangi kelarutan beberapa obat yang bersifat basa (misalnya tetrasiklin) dalam cairan saluran cerna, sehingga mengurangi absorpsinya.

Berkurangnya keasaman lambung oleh antasida akan mengurangi pengrusakan obat yang tidak tahan asam sehingga meningkatkan bioavailabilitasnya.

Ketokonazol yang diminum per oral membutuhkan medium asam untuk melarutkan sejumlah yang dibutuhkan sehingga tidak memungkinkan diberikan bersama antasida, obat antikolinergik, penghambatan H2, atau inhibitor pompa proton (misalnya omeprazol).

Jika memang dibutuhkan, sebaiknya obat-obat ini diberikan sedikitnya 2 jam setelah pemberian ketokonazol.

Obat AObat B Efek Interaksi
NaHCO3AspirinpH lambung asam, kecepatan absorbsi aspirin meningkat.
NaHCO3TetrasiklinpH lambung turun, tetrasiklin kurang larut, absorbsi berkurang.
H2-bloker (hambat sekresi asam lambung)Ketokonazol (asam lemah)Kelarutan ketokonazol berkurang, absorbsi berkurang.
3. Perubahan motilitas atau laju pengosongan lambung

Usus halus adalah tempat absorbsi utama untuk semua obat termasuk obat bersifat asam. Disini absorbsi terjadi jauh lebih cepat dari pada di lambung.

Oleh karena itu, makin cepat obat sampai di usus halus, makin cepat pula absorbsinya. Kecepatan pengosongan lambung biasanya hanya mempengaruhi kecepatan absorbsi tanpa mempengaruhi jumlah obat yang diabsorbi.

Ini berarti, kecepatan pengosongan lambung biasanya hanya mengubah tinggi kadar puncak dan waktu untuk mencapai kadar tersebut tanpa mengubah bioavailibilitas obat.

Karena kapasitas metabolisme dinding usus halus lebih terbatas dibandingkan kapasitas absorbsinya, maka makin cepat obat ini sampai di usus halus, makin tinggi bioavailibilitanya.

Obat AObat AEfek Interaksi
Antikolinergik, Antidepresi trisiklik, Analgesik narkotik Parasetamol, Diazepam, Fenilbutazon, Propranolol, LevodopaObat A memperlambat obat B keluar dari lambung, absorbsi B terhambat.
AntikolinergikDigoksinObat A memperlama transit di usus, absorbsi B meningkat.
MetoklopramidParasetamol, Diazepam, Fenilbutazon, PropranololObat A mempercepat obat B keluar dari lambung, absorbsi B cepat.
4. Penghambatan Enzim Pencernaan

Obat-obat atau makanan tertentu dapat mempengaruhi sistem transpor enzim sehingga mempengaruhi absorbsi obat-obat spesifik pada usus.

Alopurinol dan sediaan atau makanan yang mengandung besi tidak boleh diberikan secara bersamaan karena alopurinol memblok sistem enzim yang mencegah absorbsi besi.

Kelebihan absorbsi dan kelebihan muatan besi pada pasien dapat terjadi sehingga menyebabkan hemosiderosis (deposit hematin yang tidak larut di dalam jaringan).

Asam folat pada umumnya terdapat di dalam makanan dalam bentuk poliglutamat yang sukar terabsorbsi.

Agar absorbsi mudah ter-jadi, maka poliglutamat itu harus diubah menjadi turunannya yang mu-dah terabsorbsi, yaitu folat.

Perubahan ini dikatalisis oleh enzim konjugase di dalam usus. Fenomena interaksi ditemukan pada pasien yang mengalami anemia akibat kekurangan asam folat setelah diberi fenitoin.

Berdasarkan hal ini disimpulkan bahwa fenitoin menghambat aktivitas enzim konjugase yang mengubah poliglutamat menjadi asam folat.

5. Perubahan Flora Saluran Pencernaan

Flora normal usus berperan, antara lain, untuk:

  • Sintesis vitamin K.
  • Memecah sulfasalsin menjadi bagian-bagian yang aktif yaitu sulfapiridin dan 5-amino salisilat.
  • Metabolisme obat-obat tertentu seperti levodopa dan digoksin.
  • Hidrolisis glukuronida yang dieks-kresi melalui empedu sehingga memperpanjang kerja obat-obat tertentu seperti kontrasepsi oral.

Obat-obat yang dapat mempengaruhi flora saluran pencernaan adalah antimikroba, khususnya antibakteri.

Pemberian antibakteri spek-trum luas akan mengubah atau menekan flora normal sehingga mengakibatkan:

  • Meningkatnya aktivitas antikoagulan oral (antagonis Vitamin K) yang diberikan bersamaan
  • Menurunnya efektivitas sulfasalasin
  • Meningkatnya bioavailabilitas levo-dopa dan digoksin
  • Menurunnya efektivitas kontrasepsi oral.

b. Interaksi Dalam Mekanisme Distribusi (Kompetisi dalam Ikatan Protein Plasma)

Distribusi obat adalah distribusi obat dari dan ke darah dan beberapa jaringan tubuh (misalnya lemak, otot, dan aringan otak) dan proporsi relative obat di dalam jaringan.

Setelah suatu obat diabsorbsi ke dalam aliran darah maka obat akan bersirkulasi dengan cepat ke seluruh tubuh, waktu sirkulasi darah rata-rata adalah 1 menit.

Saat darah bersirkulasi obat bergerak dari aliran darah dan masuk ke jaringan- jaringan tubuh.

Sebagian terlarut sempurna di dalam cairan plasma, sebagian diangkut dalam bentuk molekul terlarut dan dalam bentuk terikat protein plasma (albumin). Ikatan protein sangat bervariasi, sebagian terikat sangat kuat.

Banyak obat terikat pada protein plasma, obat yang bersifat asam terutama pada albumin, sedangkan obat yang bersifat basa pada asam a1-glikoprotein.

Oleh karena jumlah protein plasma terbatas, maka terjadi kompetisi antara obat bersifat asam maupun antara obat bersifat basa untuk berikatan dengan protein yang sama.

Tergantung dari kadar obat dan afinitasnya terhadap protein, maka suatu obat dapat digeser dari ikatannya dengan protein oleh obat lain, dan peningkatan kadar obat bebas menimbulkan peningkatan efek farmakologinya.

Akan tetapi keadaan ini hanya berlangsung sementara karena peningkatan kadar obat bebas juga meningkatkan eliminasinya sehingga akhirnya tercapai keadaan mantap yang baru dimana kadar obat total menurun tetapi kadar obat bebas kembali seperti sebelumnya (mekanisme konpensasi).

Beberapa contoh obat yang berinteraksi di dalam proses distribusi yang memperebutkan ikatan protein adalah:

a. Warfarin – Fenilbutazon

Kedua obat ini terikat kuat pada protein plasma, tetapi fenilbutazon memiliki afinitas yang lebih besar, sehingga mampu menggeser warfarin dan jumlah/kadar warfarin bebas meningkat Aktivitas antikoagulan meningkat terjadi resikopendarahan.

b. Warfarin – Kloralhidrat

Metabolit utama dari kloralhidrat adalah asam trikloroasetat yang sangat kuat terikat pada protein plasma. Kloralhidrat mendesak wafrarin dari ikatan protein sehingga meningkatkan respon antikoagulan.

c. Interaksi Dalam Mekanisme Metabolisme Hepatik

Ada 2 kategori utama reaksi metabolisme yaitu fase I dan Fase II.

Reaksi Fase I adalah serangkaian reaksi yang menimbulkan perubahan kimia yang relative kecil, membuat lebih banyak senyawa menjadi hidrofilik. Metabolisme fase I biasa terjadi selama proses absorbsi.

1. Metabolisme Obat Dipercepat

Berbagai interaksi obat terjadi karena adanya suatu obat yang merangsang metabolisme obat lain. Di samping itu pemberian secara kronis obat-obat tertentu dapat pula merangsang metabolisme selanjutnya. Interaksi ini terjadi akibat meningkatnya aktivitas enzim hepatik yang terlibat dalam metabolisme obat tersebut.

Peningkatan aktivitas enzim ini dapat disebabkan oleh:

  • Peningkatan sintesis enzim sehingga jumlahnya meningkat, yang disebut induksi enzim
  • Penurunan kecepatan degradasi enzim
  • Senyawa yang dapat menginduksi enzim hepatik digolongkan atas dua golongan yaitu :
  • Golongan fenobarbital dan senyawa-senyawa yang kerjanya mirip fenobarbital. Golongan ini yang paling banyak berperan untuk berbagai obat.
  • Golongan hidrokarbon polisiklik, hanya untuk beberapa obat.

Akibat induksi enzim, yaitu peningkatan metabolisme obat, yang terjadi karena 3 kemungkinan berikut:

  1. Obat merangsang metabolismenya sendiri, karena pemberian kronis. Obat-obat yang memiliki gejala ini antara lain barbiturat, antihistamin, fenitoin, meprobamat, tolbutamid, fenilbutazon, dan probenesid
  2. Obat mempercepat metabolisme obat lain yang diberikan bersamaan
  3. Obat merangsang metabolisme sendiri dan juga metabolisme obat lain.

Akibat farmakologis dari induksi enzim ini adalah:

  1. Peningkatan bersihan ginjal.
  2. Penurunan kadar obat di dalam plasma.

Berikut ini adalah contoh obat-obat yang dapat berinteraksi dalam proses metabolisme.

Warfarin – Fenobarbital

Melalui induksi enzim, feno-barbital meningkatkan laju metabolisme antikoagulan kumarin, seperti warfarin, sehinga terjadi penurunan respon terhadap antikoagulan karena lebih cepat termetabolisme dan terekskresi, yang memungkinkan timbulnya resiko pembentukan trombus.

Kontrasepsi Oral – Fenobarbital

Fenobarbital maupun bebe-rapa obat yang lain meningkatkan metabolisme hormon steroid, termasuk estrogen dan progestin yang digunakan dalam kontrasepsi oral, sehingga dapat menggagalkan kerja dari kontrasepsi oral tersebut.

2. Metabolisme Obat Dihambat

Sejumlah reaksi obat didasarkan pada penghambatan obat tertentu oleh obat lain, sehingga terjadi peningkatan durasi dan intensitas aktivitas farmakologi dari obat yang dihambat.

Penyebab terhambatnya metabolisme obat, yaitu:

  • Penghambatan ireversibel terhadap enzim yang bertanggung jawab untuk biotransformasi obat
  • Suatu obat bersaing dengan obat lain untuk bereaksi dengan enzim pemetabolisis yang sama, di mana obat yang terdesak akan meng-alami pengahambatan metabolisme.

Contoh obat yang berinteraksi pada penghambatan metabolisme antara lain sebagai berikut.

Alkohol – Disulfiram

Interaksi ini merupakan interaksi yang bermanfaat dalam pengobatan alkoholisme. Disulfiram menghambat aktivitas dehidrogenase yang bertugas untuk mengoksidasi asetaldehid, suatu produk oksidasi alkohol, sehingga terjadi akumulasi asetaldehid di dalam tubuh, yang menimbulkan rasa tidak nyaman bagi peminum alkohol, sehingga ia akan menghentikan minum minuman beralkohol.

Merkaptopurin – Alopurinol

Dengan menghambat aktivitas enzim xantin oksidase, alopurinol menurunkan produksi asam urat sehingga menjadi dasar untuk pengobatan rematik.

Xantin oksidase juga berperan penting dalam metabolisme obat-obat yang berpotensi toksik, seperti merkaptopurin dan aza-tioprin, dan bila enzim tersebut dihambat oleh alopurinol, maka efek kedua obat tersebut akan meningkat dengan nyata.

d. Interaksi Dalam Mekanisme Ekskresi

Interaksi Obat dengan Perubahan pH Urin. Perubahan pH urin mengakibatkan perubahan bersihan ginjal, melalui perubahan jumlah reabsorbsi pasif di tubuli ginjal, yang hanya bermakna secara klinis bila:

  • Fraksi obat yang diekskresikan melalui ginjal cukup besar, lebih dari 30%.
  • Obat berupa basa lemah dengan pKa 7,5 – 10 atau asam lemah dengan pKa 3,0-7,5.

Interaksi yang mempengaruhi ekskresi obat melalui ginjal hanya akan nyata secara klinis bila obat atau metabolit aktifnya tereliminasi secara berarti oleh ginjal.

pH urin dapat mempengaruhi aktivitas obat dengan mengubah kecepatan bersihan ginjal. Bila berada dalam bentuk tak terion, maka obat akan lebih cepat berdifusi dari filtrat glomerular kembali ke dalam aliran darah.

Dengan demikian, untuk obat basa, seperti amfetamin, sebagian besar berada dalam bentuk tak terion dalam urin basa, sehingga banyak yang tere-absorbsi ke dalam darah, yang akibatnya dapat memperlama aktivitasnya.

Senyawa yang dapat meningkatkan pH urin adalah natrium bikarbonat, sehingga bila diberikan bersamaan dengan amfetamin dosis tunggal, maka efek amfetamin dapat berlangsung selama beberapa hari.

Sebaliknya, obat yang bersifat asam, seperti salisilat, sulfonamid, fenobarbital, lebih cepat terekskresi bila urin alkalis (pH tinggi).

Oleh karena itu pemberian bersama-sama obat ini dengan obat yang me-ningkatkan pH urin, seperti diuretik penghambat karbonat anhidrase (asetazolamid), atau antasida sistemik (natrium bikarbonat), dapat mempercepat bersihan obat asam sehingga efeknya cepat hilang.

e. Interaksi Obat dengan Perubahan Transpor Aktif

Penghambatan sekresi pada tubuli ginjal terjadi akibat kompetisi antarobat atau antarmetabolit untuk sistem transpor aktif yang sama, terutama sistem transpor untuk obat asam atau metabolit yang bersifat asam.

Proses ini mungkin melibatkan sistem enzim di dalam ginjal. Obat-obat tersebut diangkut dari darah melintasi sel-sel tubuli proksimal dan masuk ke urin, melalui transpor aktif.

Bila obat diberikan bersamaan maka salah satu di antaranya dapat mengganggu eliminasi obat lainnya. Sebagai contoh, pemberian bersamaan antara probenesid dan penisilin.

Probenesid menghambat ekskresi penisilin sehingga kadar antibiotik ini di dalam darah tetap tinggi dan efeknya lama. Waktu paruh eliminasi penisilin akan meningkat 2 – 3 kali lebih lama.

Hal ini merupakan interaksi yang menguntungkan untuk pengobatan infeksi.

Contoh lain adalah antara fenilbutazon dan asetoheksamid.

Fenilbutazon meningkatkan efek hipoglikemik dari asetoheksamid dengan menghambat ekskresi metabolit aktif-nya, yakni hidroksiheksamid, sehingga kadar metabolit tersebut dalam darah lebih tinggi dari normal, sehingga insulin plasma meningkat dan glukosa darah berkurang.

4. Tipe Interaksi Obat Secara Farmakodinamik

Interaksi farmakodinamik berbeda dengan interaksi farmakikinetik. Pada interaksi farmakokinetik terjadi perubahan kadar obat obyek oleh karena perubahan pada proses absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi obat.

Pada interaksi farmakodinamik tidak terjadi perubahan kadar obat obyek dalam darah, tetapi yang terjadi adalah perubahan efek obat obyek yang disebabkan oleh obat presipitan karena pengaruhnya pada tempat kerja obat, artinya ada perubahan tindakan obat tanpa perubahan konsentrasi serum melalui faktor-faktor farmakokinetik.

Efek adisi terjadi ketika dua obat atau lebih dengan efek yang sama digabungkan dan hasilnya adalah jumlah efek secara tersendiri sesuai dosis yang digunakan.

Efek aditif ini mungkin bermanfaat atau berbahaya terhadap klien.Hal ini dinyatakan dengan 1 + 1= 2.

Salah satu contohnya barbiturate dan obat penenang yang diberikan secara berasamaan sebelum bedah untuk membuat pasien rileks.

Efek sinergis terjadi ketika dua obat atau lebih, dengan atau tanpa efek yang sama digunakan secara bersamaan untuk mengombinasikan efek yang memiliki outcome yang lebih besar dari jumlah komponen aktif satu obat saja. Potensiasi mengambarkan efek sinergistik tertentu; suatu interaksi obat di mana hanya satu dari dua obat yang tindakannya diperbesar oleh keberadaan obat kedua.

Reaksi antagonis memiliki efek sinergisme yang sebaliknya dan menghasilkan suatu efek kombinasi yang lebih rendah dari komponen aktif secara terpisah, seperti pada protamine yang diberikan sebagai antidotum terhadap aksi antikoagulan dari heparin.

Interaksi dapat juga diakibatkan karena efek dari masing-masing obat.

Berikut macam-macam interaksi yang diakibatkan oleh efek obat, antara lain:

a. Interaksi aditif atau sinergistik

Dua obat memiliki efek farmakologi yg sama, seperti efek adiktif alcohol-sebagai sedatif dan tranquilizer, secara definisi, bukan termasuk interaks. iInteraksi adiktif dpt terjadi antara dua efek utama atau efek samping.

Interaksi antagonistik, di mana pasangan obat memiliki aktivitas yang saling berlawanan, misalnya Antikoagulan oral memperlama waktu pembekuan darah dengan menghambat secara kompetitif efek vitamin K.

Jika asupan vitamin K meningkat, efek antikoagulan oral dilawan dan waktu protrombin kembali normal menjadi lebih lama.

Interaksi karena perubahan mekanisme transpor obat. Sejumlah obat yang kerjanya pada saraf adrenergik dapat dicegah mencapai tempat kerjanya oleh adanya obat lain.

Sebagai contoh, ambilan guanetidin diblok oleh chlorpromazine, haloperidol, tiotixene, dan sejumlah obat lain, sehingga efek antihipertensi terhambat. Contoh lain

Antidepressan trisiklik mencegah ambilan noradrenalin ke dalam saraf adrenergik perifer sehingga efek pressornya meningkat.

b. Interaksi karena gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

Sebagai contoh:

  • Peningkatan kepekaan miokardium terhadap glikosida digitalis (kemungkinan efek toksik) akibat kadar kalium plasma menurun karena efek pengurasan kalium oleh diuretik
  • Kadar litium plasma dapat meningkat jika diuretik thiazide digunakan, karena klirens lithium berubah, akibat perubahan ekskresi natrium.

Penutup

Interaksi obat berarti saling pengaruh antarobat sehingga terjadi perubahan efek. Di dalam tubuh obat mengalami berbagai macam proses hingga akhirnya obat di keluarkan lagi dari tubuh.

Proses-proses tersebut meliputi, absorpsi, distribusi, metabolisme (biotransformasi), dan eliminasi. Dalam proses tersebut, bila berbagai macam obat diberikan secara bersamaan dapat menimbulkan suatu interaksi.

Selain itu, obat juga dapat berinteraksi dengan zat makanan yang dikonsumsi bersamaan dengan obat.

Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaian obat lain (interaksi obat-obat) atau oleh makanan, obat tradisional dan senyawa kimia lain.

Dengan kata lain interaksi obat adalah situasi di mana suatu zat memengaruhi aktivitas obat, yaitu meningkatkan atau menurunkan efeknya, atau menghasilkan efek baru yang tidak diinginkan atau direncanakan.

Interaksi dapat terjadi antar-obat atau antara obat dengan makanan serta obat-obatan herbal. Secara umum, interaksi obat harus dihindari karena kemungkinan hasil yang buruk atau tidak terduga.

Interaksi dapat disebabkan karena faktor farmakokinetika dan farmakodinamika. Interaksi pada faktor farmakokinetika meliputi faktor absorbsi (karena adanya interaksi langsung, adanya perubahan PH pada saluran cerna, dan karena faktor pengosongan lambung).

Faktor lainnya adalah pada faktor distribusi, metabolisme dan eksresi.  Interaksi farmakodinamik berebeda dengan interaksi farmakikinetik.

Pada interaksi farmakokinetik teradi perubahan kadar obat obyek oleh karena perubahan pada proses absorbs, distribusi, metabolism, dan ekskresi obat.

Pada interaksi farmakodinamik tidak terjadi perubahan kadar obat obyek dalam darah, tetapi yang terjadi adalah perubahan efek obat obyek yang disebabkan oleh obat presipitan karena pengaruhnya pada tempat kerja obat, artinya ada perubahan tindakan obat tanpa perubahan konsentrasi serum melalui faktor-faktor farmakokinetik.

BACA JUGA: Respon Penderita Terhadap Obat

Referensi

Nuryati. (2017). Farmakologi. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 148, 148–162.
Stevani, H. (2016). Praktikum Farmakologi. Modul Bahan Ajar Cetak Farmasi, 171.
Suprapti, T. (2016). Praktikum Farmasetika Dasar. 148, 148–162.

Artikel Direkomendasikan