Cerpen Dunia Terbalik Karya Mufidatun Fauziyah

Dunia Terbalik Karya Mufidatun Fauziyah

Dunia Terbalik

Oleh: Mufidatun Fauziyah

Bagaimana kalau tiba-tiba dunia ini terbalik? Kau tahu maksudku? Tidak? Jadi begini, menurut ramalan yang kubaca di sebuah pesan facebook—aku tidak tahu siapa pengirimnya, mungkin orang iseng—dia mengatakan bahwa tahun 2030, berarti saat itu umurku 56 tahun, bumi mengutuk manusia. Apa itu kutukannya?

Bacaan Lainnya

Ya, kutukannya ialah dunia terbalik. Jadi bila saat ini kau masih asyik memberi makan anjingmu dengan cara melemparkan makanan untuknya di lantai, maka pada tahun 2030 mendatang anjinglah yang akan melakukan hal seperti yang pernah kau lakukan kepadanya. Coba kau pikirkan, hari itu kau mengemis minta makanan kepada anjing. Lalu anjing memberimu makanan dengan cara melemparkannya di udara. Makanan itu terjatuh ke tanah becek dan kau akan memakannya dengan lahap.

Itu sungguh penghinaan bagi derajat manusia, bukan?!

Aku tidak percaya jika hal itu akan terjadi. Maka kuabaikan saja pesan itu. Tapi, kau tahu? Sebenarnya, aku tipikal gadis yang mudah percaya, mudah dibohongi, atau memang aku bodoh! Terserahlah apa katamu nanti. Yang jelas, pernah suatu ketika, seseorang mengirim pesan sms padaku. Intinya ‘mama minta pulsa’. Aku langsung mengirim saja pulsa sebesar lima puluh ribu rupiah kepada nomor tersebut. Setelah kuingat-ingat, mamaku tidak pernah memiliki ponsel. Bodoh sekali bukan?!

Dan ramalan ini sungguh membuatku tak bisa tidur selama beberapa tahun terakhir ini. Tapi setelah aku menikah, tua, pensiun, dan memiliki cucu berusia sebulan, aku benar-benar melupakan ramalan itu. Hingga akhirnya, usiaku genap lima puluh enam tahun, dan kalender berubah menjadi tahun 2030.

Awalnya, aku masih seperti biasa membaca buku di depan televisi. Tapi tiba-tiba saraf-sarafku mentransfer informasi ke dalam otak agar aku keluar rumah. Jalan-jalan sebentar untuk refreshing sejenak setelah lama aku hanya berdiam diri di dalam rumah.

Aku keluar rumah dengan tongkatku. Perlu kau tahu, jalanku sudah tidak normal lagi, maka kubutuhkan tongkat. Aku hanya keluar untuk jalan-jalan di sekitaran rumah. Tak kupedulikan orang-orang yang berlalu lalang di sekitar komplek perumahan ini. Aku terus saja berjalan hingga kutemukan sebuah pohon di dekat pintu gerbang yang di atasnya tertulis perumahan Griya Asri Yogyakarta.

Oh iya, perlu kau tahu, pohon yang berada di dekatku ini ialah pohon satu-satunya yang masih tersisa di kotaku. Pohon yang lainnya, kau pasti tahu lah, sudah ditebangi untuk pembangunan mall-mall dan pabrik-pabrik. Menyedihkan memang!

“Grrrr….”

Suara apa itu?

Tiba-tiba saja pohon yang ada di depan mataku mengeluarkan sebuah tangan dari batangnya. Tangan tersebut membawa sebuah gergaji yang siap menebangku! Apa?! Menebangku?! Tidakkah ini terbalik?!

“Tidaaaak!!!” teriakku ketakutan.

Jadi ramalan beberapa tahun yang lalu itu benar akan terjadi? Dunia terbalik?

“Tidaaaaakkk!!!”

Lalu semuanya berubah menjadi gelap gulita. Sekian detik kemudian, aku mengerjapkan mataku. Tampak cahaya matahari masuk dari celah-celah jendela dan menyilaukan penglihatanku. Oh, ternyata aku hanya mimpi!!

Tapi mengapa aku bermimpi seperti itu? Apa karena aku tengah merindukan pemuda itu?! Pemuda yang sudah tiga tahun ini jauh dari sisiku?!

“Hei… Jangan seperti itu kalau memberi makan kucing!” ujar Baim padaku dengan sedikit berteriak.

Saat itu, aku berada di Bonbin—nama kantin di Fakultasku. Kucing yang buluk berwarna putih tiba-tiba menghampiriku dengan meongannya. Karena dia jelek dan buluk, maka kulemparkan saja tulang-tulang bekas ayam penyetku ke arah got yang biasa dipakai tadah hujan. Kucing itu pun berlari ke sana dengan lincahnya.

“Kenapa? Hanya kucing!” sahutku acuh tak acuh.

Setelah meminum es teh-nya, Baim menyahut, “Bagaimana kalau dunia ini terbalik?”

Aku mengerutkan kening. “Maksudmu?”

“Semisal tahun 2030 bumi mengutuk manusia, jadi, kelak hewan-hewan yang memberi makan kepada manusia. Hewan-hewan balas dendam memberi makan manusia dengan cara seperti yang kamu lakukan, bagimana menurutmu?”

“Hmmm, gimana, ya?” Masih tak acuh, aku mengaduk es jerukku. Suasana kantin begitu ramai, membuatku kepanasan. Jadi aku malas berpikir.

“Baiklah, ambil contoh lain, misalnya kita menebang pohon sembarangan, kelak di tahun 2030, gantian pohon yang menebang manusia secara sembarangan.”

“Itu tak akan terjadi! Mustahil!”

“Kita tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Setidaknya, hargailah hewan-hewan. Hargilah pepohonan yang menjadi paru-paru dunia ini. Mereka sama seperti kita, sama-sama mahkluk hidup. Bedanya, mereka tidak bisa berbicara. Kalau mereka bisa berbicara, mereka pasti akan berteriak-teriak melakukan demontrasi karena merasa tidak diadili. Mereka para hewan dan tumbuhan akan membuat HATH.”

“Apa itu?”

“Hak Asasi Tumbuhan dan Hewan.”

Aku lalu tertawa terpingkal-pingkal mendengar ucapan konyolnya.

Ya, itu dulu. Tiga tahun yang lalu. Saat aku masih memadu kasih dengan pemuda itu. Tapi sekarang, dia sudah dimiliki oleh gadis lain. Pantaskah bila aku merindukannya?

***

/// Cerita pendek atau cerpen ini adalah karya terbaik dari anak-anak KF (Kampus Fiksi).

5/5 – (1 vote)

Yuk, Kami juga Ada di Google News, KLIK DISINI!

Artikel Direkomendasikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *