Alunan musik menggema di aula rumah itu. Orang-orang bertepuk tangan untuk merayakan, menari-nari untuk mencintai, seolah itu pesta mereka semua, padahal yang menikah hanya sepasang manusia. Untuk beberapa tegukan alkohol mereka mabuk, kemudian terjebak di jarum jam yang berputar terbalik.
“Malam ini, mari kita habisi bersama,” seloroh sebuah mulut di ruangan itu. “Pengantin perempuannya kita tumpaki bergantian. Bukankah begitu cara menyelesaikan perselisihan? Atau, bukankah itu cara lelaki mengobati hatinya?”
Tidak ada balasan. Dia memang bicara sendirian.
Sebotol liquor dingin menjadi teman menghadiri pesta. Tiga kerutan tegas di jidatnya telah jadi pertanda dia bukan lagi orang muda. Sayang seribu sayang baginya, kekasih hatinya yang kini memakai gaun menawan itu telah diambil orang lain. Tidak kenal siapa. Orang itu musuh terbesarnya malam ini dan malam-malam berikutnya yang penuh kekalahan.
*
“Sudah ada yang menemukan obatnya!”
“Mana ada obat semacam itu!”
Kawanmu yang berkumis tebal itu meletakkan kreteknya di bibir asbak, “Jangan bercanda. Dulu kau pernah meratap ingin jatuh cinta, bahkan menantangku untuk menemukan obatnya.”
“Aku tidak terlalu bodoh untuk mempercayai hal semacam itu. Pembicaraan kita waktu itu dalam keadaan mabuk. Tidak ada yang serius.” Kau terlalu jaim untuk mengakui keinginanmu akan obat itu.
“Pembicaraan paling serius justru ada ketika mabuk! Kalau kau mau, bisa kuantar kau ke dokternya langsung. Katanya, obat ini memang belum lama ditemukan, tapi dia bisa menjamin bahwa ini mujarab.”
*
Obat untuk mempermudah jatuh cinta itu, diakui oleh penemunya—seorang dokter tua dengan kepala yang ditumbuhi uban dengan sempurna—terinspirasi dari obat pencahar. Bukan suatu yang mengejutkan. Berak yang keras dan lubang pantat yang kekecilan saja bisa diakurkan dengan obat, tentu hati yang keras bisa dirangsang agar kembali punya gairah untuk jatuh cinta.
Cara kerja obat itu adalah memanipulasi kerja hormonal dalam otak manusia. Mereka bisa menikmati sensasi jatuh cinta seperti sewajarnya orang jatuh cinta. Tidak ada yang janggal. Tapi, tetap saja, satu hal yang menjadi ghaib dalam cinta; obat itu tidak mampu menentukan pada siapa dia akan membuat tuannya jatuh cinta. Barangkali semesta telah jadi penghulu di jutaan tahun cahaya. Karenanya ia terlalu berpengalaman, tidak bisa ditipu obat buatan manusia.
“Obat ini bisa memperbesar peluang jatuh cinta. Jadi dekat-dekatlah dengan perempuan. Siapa tahu kau menemukan yang cocok,” ujar dokter tua itu dengan suara yang memendam, agak serak. “Dan, satu lagi yang perlu kau catat baik-baik. Obat ini bekerja satu arah. Dia tidak bisa menjamin orang yang kaucintai akan balas mencintaimu.”
“Anda yakin obat ini mujarab?”
“Saya pernah mencobanya. Hasilnya, sampai sekarang saya mencintai seorang perempuan. Sayangnya, cinta kami tidak mungkin direkatkan.”
“Apa karena dia tidak mencintaimu?”
“Dia mencintai saya, tapi tidak sebagai kekasihnya.” Dokter itu menyerahkan wadah kecil yang di dalamnya bertumpuk pil-pil berwarna putih. “Coba saja sendiri. Jika gagal, saya akan mengembalikan uangmu. Bahkan, saya akan berhenti menjadi dokter.” Perkataan yang sungguh meyakinkan. Cukup untuk membuat pembeli pertamanya—yaitu dirimu—terpukau.
Tapi benakmu melingkar, membentuk nalar yang susah dipahami. Kau menginginkan obat itu untuk bisa jatuh cinta sebab hidupmu sudah sangat hambar. Tapi bila obat itu hanya membuatnya gila, sementara orang yang kaupuja biasa saja, itu sama saja dengan membuka peluang sakit hati. Padahal kau ingin mengisi kekopongan dadamu dengan cinta, bukan rasa kecewa.
Ataukah keduanya sama saja?
*
Telah bertahun-tahun semenjak pernikahan itu, dia masih saja menghadiri pernikahan yang lain, pernikahan milik orang lain—yang kadang tidak dia kenal sama sekali, hanya untuk duduk di sana dan menenggak minuman keras. Dia mencintai pengantin perempuan seperti dia mencintai kekasihnya yang diambil orang. Aroma keringat dari pengantin bisa membuatnya kehilangan kewarasan, sekonyong-konyong ingin mencium bibir si pengantin—jika saja dia tidak membiarkan dirinya mabuk dan terkapar.
Perempuan yang dikasihinya, yang kini telah jadi milik orang lain itu, sangat mirip dengan istrinya. Mungkin benar bahwa cinta itu potongan puzzle yang punya bentuk unik, yang tidak bisa digantikan oleh yang berbeda. Pada akhirnya hati seorang manusia akan terjebak pada sosok yang sama, atau diyakini sama dengan yang sebelumnya.
Dari lusinan ramuan obat yang dicobanya untuk menyembuhkan kegilaan ini, tidak ada satu pun yang berhasil. Kekuatan sakit hati terlalu besar, lebih-lebih karena pelakunya adalah cinta.
*
“Ini tidak berfungsi padaku.” Kau menggerutu pada dirimu sendiri. Belum satu pun perempuan yang mampu membuatmu jatuh hati. Tidak perempuan seksi, tidak pula yang lugu. Sekilas kau berpikiran bahwa kau sudah tidak normal lagi. Ah, tapi kau lebih tidak menyukai laki-laki.
“Kau terlalu sibuk,” kata temanmu yang berkumis tebal itu. “Redakan aktivitasmu. Orang-orang di zaman ini sulit jatuh cinta karena mereka melupakan detail. Mereka melakukan segala hal dengan cepat, kurang pemaknaan. Kau tahu, cara hidup seperti itu sungguh merugikan.”
“Halah! Jangan mengoceh soal hidup. Akan kukembalikan obat ini. Mungkin aku memang berjodoh dengan pekerjaan, bukan dengan perempuan—jika kau mengerti apa maksudku.”
Kau berangkat ditemani kawanmu. Tepat di pintu masuk klinik dokter itu, sebuah wajah merobohkan kalbumu. Dia sangat cantik, bukan? Perempuan itu, jika kau belum tahu, adalah khayalanmu yang kini jadi kenyataan. Kau tidak menyangka akan menemukan makhluk sejenis itu di sini.
Dengan segera kauraih tangannya. “Siapa namamu?”
*
“Terima kasih, Dok! Saya sudah berhasil jatuh cinta! Di detik terakhir, ketika semuanya nampak mustahil, dia justru muncul. Tapi saya akan tetap mengembalikan obat ini. Saya khawatir obat ini membuat saya ketergantungan. Haha. Gila benar jika ada orang yang ketahanan cintanya dibantu obat-obatan!” Kau meletakkan obat itu di meja dokter.
“Kau memang tidak akan membutuhkan obat ini lagi. Efeknya sangat kuat. Perempuan itu akan mengisi ingatanmu tiap hari.” Si dokter balas tertawa. “Mungkin suatu saat nanti obat ini akan dipakai para istri untuk membuat suaminya setia.”
“Saya pasti berusaha habis-habisan untuk membuatnya jatuh cinta pada saya. Tidak akan saya biarkan satu orang pun mengambilnya.” Kau tersenyum lagi tanpa alasan yang pasti. “Ah, sial! Baru bertemu sekali tapi sudah bisa segila ini!”
“Kau bertemu dia di mana?”
“Baru saja, sesaat sebelum masuk ke sini. Sepertinya dia juga habis berobat padamu.”
Si dokter tetegun. Dia tidak mengingat satu orang pun yang berobat pagi ini. Tapi dia mengingat dengan jelas, sesaat tadi, perempuan yang dia cintai baru saja meninggalkan ruangannya untuk pergi kuliah. Apakah kalian mencintai perempuan yang sama? Ini tidak boleh terjadi. Tidak akan terjadi bila semesta yang menjodohkan anak-anaknya.
“Siapa namanya?” Dokter itu menatapmu dalam-dalam. Ada ketakutan.
Kausebut nama perempuan itu dengan lantang.
Dada dokter itu seperti dimasuki udara dan dendam, mengembang dengan cepat, lalu kempis lagi disertai dengusan panjang. “Dia anakku. Kau tidak boleh jatuh cinta padanya.”
/// Cerita pendek atau cerpen ini adalah karya terbaik dari anak-anak KF (Kampus Fiksi).