Sosiologi Kesehatan

sosiologi kesehatan

Sosiologi kesehatan muncul awalnya karena bidang kedokteran memerlukan pemahaman tentang faktor-faktor sosial yang berhubungan dengan pola penyebaran penyakit (epidemiologi) dalam kelompok-kelompok masyarakat tertentu sehingga muncul disiplin keilmuan yang dinamakan sosiologi kedokteran.

Seiring perkembangan ilmu pengetahuan paradigma sehat mengubah pusat perhatian dari penyakit menjadi kesehatan (yang awalnya pusat perhatian mengobati setelah terjadinya penyakit akhirnya berkembang kepada lebih mencegah sebelum terjadinya penyakit).

Berdasarkan hal tersebut muncul disiplin keilmuan baru yaitu sosiologi kesehatan.

Bacaan Lainnya

Seperti halnya ilmu-ilmu yang lain, sosiologi kesehatan juga memiliki konsep dasar yang bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai apa yang akan dipelajari.

Fungsi konsep dasar itu sendiri, diantaranya:

  1. Sebagai alat kognitif agar seseorang menjadi lebih tahu dan mengerti mengenai apa yang mereka pelajari
  2. Sebagai alat evaluatif agar seseorang dapat membedakan serta memisahkan mengenai pokok bahasan yang mereka pelajari
  3. Sebagai alat pragmatik yang memberikan pengetahuan tentang bagaimana penerapan ilmu tersebut dalam kehidupan sehari-hari
  4. Sebagai alat komunikatif agar terjalin komunikasi yang baik antar yang belajar dengan yang mengajar.

Sosiologi kesehatan dikatakan sebagai ilmu karena memang memiliki sifat-sifat keilmuan, diantaranya:

  1. Bersifat empiris artinya sosiologi kesehatan mempelajari apa yang benar-benar terjadi di masyarakat dan apa yang dipelajari dapat dibuktikan dalam kehidupan sehari-hari.
  2. Bersifat teoretis artinya sosiologi kesehatan menggunakan teori-teori dalam pembelajarannya dimana teori tersebut dikemukakan oleh para ahli yang berdasarkan pada apa yang terjadi di masyarakat.
  3. Bersifat kumulatif artinya ilmu sosiologi kesehatan yang sekarang dipelajari tidak lain adalah pengembangan dari ilmu sosiologi kesehatan yang telah ada sebelumnya. Sehingga ilmu sosiologi kesehatan bersifat dinamis dalam artian dapat berubah sesuai dengan kondisi sosial yang terjadi saat ini.
  4. Tidak bersifat menilai artinya ilmu sosiologi kesehatan tidak dapat membenarkan dan menyalahkan tindakan atau perilaku individu/kelompok masyarakat karena tiap daerah memiliki norma tersendiri sehingga apa yang dianggap salah di satu daerah bisa dianggap benar di daerah lain, begitu juga sebaliknya.

Nah, saudara mahasiswa apakah saudara sudah mengerti apa yang dimaksud dengan ilmu sosiologi dan sosiologi kesehatan?

Jadi, sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari masyarakat, perilaku masyarakat, hubungan dan pengaruh timbal balik antara individu dengan kelompok (dari keluarga – masyarakat) struktur sosial dan proses sosial (perubahan sosial). Sedangkan sosiologi kesehatan merupakan subdisiplin ilmu dari bidang sosiologi. Prinsip dasar disiplin sosiologi kesehatan adalah penerapan konsep dan metode disiplin sosiologi dalam mendeskripsikan, menganalisis, dan memecahkan masalah kesehatan.

Dengan kata lain sosiologi kesehatan merupakan penerapan ilmu sosial dalam mengkaji masalah kesehatan.

1. Sejarah Sosiologi

Istilah sosiologi sebagai cabang ilmu sosial dicetuskan pertama kali oleh ilmuwan Prancis yang bernama August Comte tahun 1842 dan kemudian dikenal sebagai Bapak Sosiologi.

tokoh sosiologi
Tokoh sosiologi

Istilah sosiologi sebagai ilmu yang mempelajari tentang masyarakat lahir di Eropa karena ilmuwan Eropa pada abad ke-19 mulai menyadari perlunya secara khusus mempelajari kondisi perubahan sosial.

Comte membedakan antara sosiologi statis, dimana perhatian dipusatkan pada hukum-hukum statis yang menjadi dasar adanya masyarakat dan sosiologi dinamis, dimana perhatian dipusatkan tentang perkembangan masyarakat dalam arti pembangunan.

Rintisan Comte tersebut disambut hangat oleh masyarakat luas, tampak dari munculnya sejumlah ilmuwan besar di bidang sosiologi. Mereka antara lain Herbert Spencer (Inggris), Karl Marx (Jerman), Vilfredo Pareto (Italia) Emile Durkheim, Ferdinand Tönnies, Georg Simmel, Max Weber (Jerman) dan Pitirim Sorokin (Rusia). Masing-masing berjasa besar menyumbangkan beragam pendekatan dalam mempelajari masyarakat yang berguna untuk perkembangan Sosiologi.

Tahun 1876 di Inggris Herbert Spencer mempublikasikan sosiologi dan memperkenalkan pendekatan analogi organik yang memahami masyarakat seperti tubuh manusia sebagai suatu organisasi yang terdiri atas bagian-bagian yang tergantung satu sama lain.

Karl Marx memperkenalkan pendekatan materialisme dialektis yang menganggap konflik antar kelas sosial menjadi intisari perubahan dan perkembangan masyarakat. Max

Weber memperkenalkan pendekatan versthen (pemahaman) yang berupaya menelusuri nilai, kepercayaan, tujuan dan sikap yang menjadi penuntun perilaku manusia.

2. Ruang Lingkup Sosiologi Kesehatan

Sosiologi kesehatan merupakan cabang sosiologi yang relatif baru. Di masa lalu dalam sosiologi telah lama dikenal cabang sosiologi, sosiologi medis, yang merupakan pendahulu sosiologi kesehatan dan terkait erat dengannya.

Pertumbuhan sosiologi medis berlangsung melalui enam:

  1. Tahun 1920-an dan 1930-an tumbuh kajian medika sosial, yaitu kajian bersama antara ilmuwan sosial dan medis terhadap masalah yang menjadi perhatian bersama mereka.
  2. Tahun 1940-an dan 1950-an berkembang kajian-kajian terhadap masalah epidemiologi social.
  3. Sosiolog mulai ditempatkan pada berbagai lembaga pendidikan medis dan keperawatan.
  4. Berbagai lembaga donor swasta mulai menyediakan dana penelitian dan pelatihan.
  5. Pada tahun 1959 terbentuk seksi sosiologi medis dalam Ikatan Sosiologi Amerika (American Sociological Association).
  6. Jurnal dan buletin sosiologi medis diterbitkan.

Mechanic berpendapat tugas medis hanya dapat dilaksanakan secara efektif manakala yang dipertimbangkan baik faktor biologis maupun faktor sosial dan psikologis.

Mulai dikajinya peran faktor sosial-budaya dalam keberhasilan pelaksanaan tugas medis menjadi dasar bagi tumbuh dan berkembangnya sosiologi medis.

Straus membedakan antara sosiologi mengenai bidang medis dan sosiologi dalam bidang medis. Menurutnya sosiologi mengenai bidang medis terdiri atas kajian sosiologis terhadap faktor di bidang medis yang dilaksanakan oleh ahli sosiologi yang menempati posisi mandiri di luar bidang medis dan bertujuan mengembangkan sosiologi serta untuk menguji prinsip dan teori sosiologi.

Menurut Kendall dan Reader, sosiologi mengenai bidang medis mengulas masalah yang menjadi perhatian sosiologi profesi dan sosiologi organisasi.

Menurut Straus sosiologi dalam bidang medis merupakan penelitian dan pengajaran bersama yang sering melibatkan pengintegrasian konsep, teknik dan personalia dari berbagai disiplin, dimana sosiologi digunakan sebagai pelengkap bidang medis.

Dalam perkembangan selanjutnya perhatian sosiologi medis meluas ke berbagai masalah kesehatan di luar bidang medis. Dengan demikian, berkembanglah bidang sosiologi kesehatan.

Para ahli pun membedakan antara sosiologi mengenai kesehatan dan sosiologi dalam kesehatan. Menurut Wilson sosiologi mengenai kesehatan terdiri atas pengamatan dan analisis dengan mengambil jarak, yang terutama dimotivasi oleh suatu masalah sosiologis (detached observation, and analysis, motivated primarily by a sense of sociological problem) sedangkan sosiologi dalam kesehatan mempelajari penelitian dan pengajaran yang lebih bercirikan keintiman, terapan dan kebersamaan yang terutama didorong oleh adanya masalah kesehatan (more intimate, applied ang conjoint research and teaching, motivated primarily by a sense of health problem). Artinya rumusan sosiologi mengenai kesehatan oleh Wilson mengacu pada kepentingan para sosiolog dalam pengembangan teori dan konsep sosiologi, sedangkan rumusan mengenai sosiologi dalam kesehatan jelas mengacu pada kepentingan bidang kesehatan.

Sunarto (2014) memberikan contoh perbedaan antara sosiologi mengenai kesehatan dan sosiologi dalam kesehatan sebagai berikut:

Apabila dalam rangka upaya penanggulangan HIV/AIDS Departemen Kesehatan RI menugaskan sosiolog dan ahli ilmu sosial lain (seperti antropolog, psikolog dan ahli kesehatan masyarakat) untuk melakukan suatu telaah cepat (rapid assessment) di tempat-tempat prostitusi dimana telah ditemukan sejumlah kasus HIV/AIDS untuk mengetahui faktor sosial-budaya yang mendorong penyebarluasan HIV/AIDS.

Agar temuannya dapat dijadikan masukan bagi kebijakan pemerintah maka kegiatan ini termasuk dalam bidang sosiologi dalam kesehatan.

Namun, bilamana penelitian terhadap orang yang berperilaku berisiko tinggi terhadap penularan HIV/AIDS serta jaringan sosial yang terjalin antara mereka dengan berbagai pihak yang terlibat di dunia prostitusi tersebut dilakukan dengan tujuan memberikan sumbangan bagi pengembangan konsep dan teori sosiologi mengenai organisasi sosial atau mobilitas sosial maka kegiatan ini merupakan kegiatan sosiologi mengenai kesehatan.

Setelah mempelajari 90 makalah sosiologi kesehatan yang diterbitkan dalam jurnal sosiologi kesehatan di Amerika Serikat (antara 1975 dan 1977) serta buku-buku sosiologi kesehatan yang diterbitkan di sana dalam periode yang sama, Wolinsky sampai pada kesimpulan bahwa orientasi para sosiolog kesehatan lebih tertuju pada masalah kesehatan, bukan pada masalah sosiologi sehingga sosiologi kesehatan cenderung miskin teori.

Twaddle (1982) merinci tujuh dimensi yang membedakan sosiologi kesehatan dengan sosiologi medis, yaitu:

Tabel. Perbedaan Sosiologi Kesehatan dengan Sosiologi Medis

PerbedaanSosiologi KesehatanSosiologi Medis
Ilmu yang dipakaiIlmu-ilmu sosial dan humanioraIlmu-ilmu biologi, psikologi dan ilmu-ilmu sosial
Satuan analisis Masyarakat dan struktur sosialIndividu, kelompok dan organisasi sebagai satuan analisis
Masalah kesehatan yang dikajiMasalah pembatasan kebebasan memilih serta dikuranginya keefektifan pribadiPenyakit
Peran utama dalam penyembuhanSubstitusi dokter, praktisi kesehatan masyarakat, promotor kesehatan, penyembuh awam, pendidik, ahli gizi dan politikusDokter, profesional lain dan pasien
Cara penyembuhanLatihan, gizi, pengendalian lingkungan dan perubahan sosialPengobatan, operasi, penggunaan zat kimia dan perubahan kegiatan
Kajian utamaTercapainya kesehatan, kesejahteraan, serta penurunan morbiditas dan mortalitas dalam populasiTercapainya penyembuhan dan perawatan individu
Organisasi utama yang dikajiRumah sakit, rawat jalan serta perawatan mandiri, badan legislatif, sekolah dan organisasi informalRumah sakit, rawat jalan serta perawatan mandiri

Menurutnya terjadinya pergeseran dalam ketujuh dimensi tersebut mengakibatkan bergesernya sosiologi medis menjadi sosiologi kesehatan.

Namun, sosiologi kesehatan merupakan bidang yang muda hingga kini bidang sosiologi medis masih tetap dominan.

3. Pendekatan Dalam Sosiologi

Dalam upaya memahami suatu gejala sosial dalam masyarakat maka studi-studi dalam sosiologi dilakukan dengan menggunakan dua macam pendekatan (Sarwono, 1993) yaitu:

a. Pendekatan Emik

Pendekatan Emik yaitu menguraikan suatu gejala sosial sesuai dengan pandangan si pelaku sendiri, memahami perilaku individu/masyarakat dari sudut pandang si pelaku sendiri (individu tersebut atau anggota masyarakat yang bersangkutan).

Misalnya, ada orang yang menggunakan pengobatan alternatif dengan menggunakan cara metafisika.

Maka makna pengobatan dan keakurasian model pengobatan tersebut bukan menurut peneliti, melainkan harus diungkap menurut pengguna atau pelaku layanan pengobatan tradisional.

b. Pendekatan Etik

Pendekatan Etik yaitu upaya menguraikan suatu gejala sosial atau interaksi sosial dari sudut pandang orang luar/sudut pandang observer (menganalisa perilaku atau gejala sosial dari pandangan orang luar serta membandingkannya dengan budaya lain).

Jika seseorang sedang melakukan pengamatan ilmiah, maka pengalaman dan pengetahuan ilmiah yang dimiliki dijadikan sebagai alat ukur atau standar dalam menjelaskan masalah interaksi sosial.

Dengan demikian maka pendekatan etik bersifat lebih objektif, dapat diukur dengan ukuran dan indikator tertentu, sedangkan pendekatan emik relatif lebih subjektif dan banyak menggunakan kata-kata/bahasa dalam menggambarkan perasaan individu yang menjadi objek studi.

Studi emik bersifat lebih unik, sukar untuk digeneralisasikan secara luas (Pelto, 1970). Ditambahkan oleh Foster bahwa pendekatan emik mencakup upaya untuk mengkomunikasikan keadaan diri-dalam (inner psychological states) dan perasaan individu yang berkaitan dengan suatu perilaku.

Asumsi dari pendekatan emik ini adalah bahwa pelaku/aktor suatu tindakan itu lebih tahu tentang proses-proses yang terjadi dalam dirinya, daripada orang lain. Dan pengetahuan tentang proses mental ini diperlukan untuk memahami mengapa seseorang melakukan suatu tindakan atau mengapa dia menolak untuk melakukan tindakan tersebut.

Sebaliknya ada pandangan yang justru mengatakan bahwa pelaku/aktor biasanya tidak dapat mengamati dengan baik proses-proses yang terjadi di dalam dirinya.

Oleh karena itu diperlukan orang lain yang dapat meneropong perasaan dan pikiran bawah sadar seseorang yang sebetulnya melandasi perilakunya. Peneropongan ini tidak perlu melalui psikoanalisa, melainkan menggunakan indikator nyata berupa hal-hal yang dapat diamati dari perilaku individu.

Apakah hasil pengamatan itu cocok dengan perasaan atau penghayatan si pelaku, hal ini tidaklah penting dalam pendekatan etik.

Yang lebih penting adalah jika hasil pengamatan/indikator antara beberapa orang itu ternyata sama, walaupun studi mereka dilaksanakan secara terpisah. Dengan demikian pendekatan etik memberikan gambaran umum/generalisasi dan ramalan tentang perilaku masyarakat dalam situasi tertentu.

Kedua pendekatan ini dapat digunakan untuk studi antar budaya, hanya etik memberikan perbandingan dan generalisasi sedangkan emik menggambarkan keunikan penghayatan masing-masing individu/kelompok.

Studi-studi sosiologi biasanya menggunakan kedua pendekatan ini guna memperoleh gambaran yang lebih lengkap tentang gejala yang diselidiki. Jika studi ini menggunakan informan untuk memperoleh informasi, maka informan itu dapat memberikan informasi yang bersifat etik (misalnya siapa saja yang datang dalam gotong royong), maupun emik (misalnya apa makna upacara kremasi bagi penganut agama Hindu-Bali).

Oleh karena itu dalam mengembangkan sosiologi kesehatan ini, seorang dokter atau tenaga kesehatan dapat mengembangkan sikap verstehen yaitu kemampuan untuk menyelami apa yang dirasakan oleh pasien atau masyarakat itu sendiri.

Setelah memahami apa yang dialami oleh pasien baru pada tahap selanjutnya dianalisis berdasarkan ilmu kesehatan yang sudah dimilikinya.

Dengan demikian penerapan ilmu sosiologi kesehatan dapat disebut sebagai satu upaya membangun pendekatan terpadu antara etik dan emik, sehingga layanan kesehatan lebih bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya.

5/5 – (1 vote)

Yuk, Kami juga Ada di Google News, KLIK DISINI!

Artikel Direkomendasikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *