Perempuan di Balik Cermin
Oleh: Muhammad Agfian Muntaha Adiantho
Sudah panjang. Gumamku dalam hati saat menatap kaca spion yang memantulkan bayanganku dan rambut keritingku.
Aku tidak memiliki cermin di kamar kosku, sehingga kapanpun aku perlu memeriksa wajahku, aku menggunakan layar ponselku atau kaca spion di motor. Dan untuk saat ini, aku menggunakan kaca spion motorku untuk melihat keadaan rambutku.
Aku memang tidak terlalu nyaman dengan kondisi rambutku akhir-akhir ini. Banyaknya volume rambut di kepalaku, membuat kepala serasa berat. Itu membuatku sulit untuk berpikir dengan jernih. Apalagi, aku merasa rambut panjang bukanlah model yang cocok untukku. Maksudku, lihat saja aku. Seorang remaja tanggung yang berkacamata dan berjerawat di sana-sini, lalu berambut gondrong dengan model keriting yang… Yah, sangat cupu. Aku tidak mau terlihat seperti itu.
Jadi, sebagai seorang mandiri yang sudah bertanggungjawab untuk masa depanku sendiri, aku memutuskan untuk pergi ke tempat potong rambut. Aku harus memotong rambutku dengan model klimis ke belakang mirip Christiano Ronaldo dan Gareth Bale yang akan membuatku tampak kaya dan glamor. Ehm, meskipun dalam beberapa kesempatan, lebih banyak temanku yang bilang bahwa model rambut itu membuatku terlihat semakin cupu. Aku rasa mereka hanya tidak memiliki selera yang bagus.
Jadi, mari kita lakukan ini, segera potong rambut dengan cepat, karena aku harus segera kembali ke urusanku yang tertunda, menonton drama korea 11 episode secara marathon. Aku baru sampai episode ke 5, masih setengah jalan lagi.
***
Hanya mengendarai motor sekitar 10 menit, sekarang aku sudah sampai di depan Potong Rambut ‘Kapak’. Sebuah tempat pemotongan rambut yang profesional dan hampir setara dengan salon lelaki. Bedanya, harganya lebih murah dan hasilnya lebih bagus.
Mengapa aku memuji tempat potong rambut ini setinggi langit? Ya, karena pemilik tempat potong rambut ini adalah seorang yang dermawan. Setiap tahun, dia selalu menyisihkan uangnya untuk sedekah pada para mahasiswa yang meminta sponsor untuk kegiatannya. Dan yah, kegiatan yang diadakan oleh komunitasku sering mendapat dana sponsor dari tempat potong rambut ini. Itulah mengapa, bagiku tempat potong rambut ini adalah yang terbaik di kotaku.
Apalagi, tagline dari tempat potong rambut ini cukup enak didengar, yaitu “tempat cukur cowok intelek”. Dengan memotong rambut di sini dan minum Tolak angin sebelumnya, aku sudah merasa menjadi orang paling pintar se-Indonesia.
Aku melangkah masuk ke dalam bangunannya yang cukup besar. Kurang lebih, panjangnya bisa sampai 15 M2, cukup besar untuk sebuah tempat potong rambut bukan? Ya, karena memang ada sekitar 5-6 tukang cukur yang sudah siap sedia untuk memotong rambut para pelanggan. Dan hebatnya, meskipun banyak tukang cukur yang tersedia, tetap saja aku harus antri untuk mendapatkan giliranku. Sebuah bukti bahwa Kapak adalah tempat potong rambut yang berkelas bukan?
Interior bangunannya menggunakan cat yang putih bersih, dengan lampu yang terang, dan cermin yang besar di berbagai sisi. Banyaknya cermin yang tersedia di situ, membuatku sering berhenti sejenak untuk bercermin. Yah, aku adalah tipe yang tidak bisa membiarkan bayanganku terlihat dalam keadaan berantakan. Setiap kali melihat cermin, aku akan melihat banyaknya hal yang tidak beres dalam penampilanku. Dan akhirnya, aku selalu menghabiskan waktuku untuk memperbaikinya. Misalnya saja, seperti resleting celanaku yang terbuka, dan aku baru menyadarinya saat melihat di cermin.
Untungnya saat ini hal itu tidak terjadi. Hanya saja, celana panjangku di bagian kiri ternyata terlipat dan di kanan menjulur bebas. Baiklah, aku harus membetulkannya sekarang.
Oke, aku sudah masuk dan menemui kasirnya. Di tempat potong rambut ini, semuanya dilakukan dengan profesional. Kita tidak akan membayar tukang cukurnya secara langsung, tapi selalu melewati kasir. Dengan begitu, bisa dipastikan aliran uang dari perusahaan akan selalu sehat. Setelah membayar di kasir, barulah kita akan mendapatkan nomor antrian, lalu kita berikan nomor itu pada tukang cukur yang kosong, dan akhirnya pencukuran dimulai. Sungguh profesional.
“Selamat datang Mas, bayarnya enam ribu lima ratus (6.500),” kata-kata pembuka dari mbak-mbak penjaga kasir. Dia tersenyum ramah dengan gigi putih yang terjaga kebersihannya. Bajunya juga rapi, kemeja seragam kantor, dengan celana kain hitam yang sopan. Sungguh profesional.
“Iya mbak, ini uangnya,” balasku sambil memberikan uang sepuluhribuan kepadanya. Dengan senyumku yang paling manis tentunya.
“Oh iya mas, berarti kembaliannya…” tit tiriririt.
Eh? Tiba-tiba ponselnya berbunyi dan tanpa ba-bi-bu dia langsung mengangkatnya. Di depanku. Dengan masih membawa uang kembalianku.
“Hah? Apa? Kamu kok bisa bilang begitu? Siapa yang bilang gitu ke kamu sayang? Enggak kok, aku gak gitu! Sumpah!”
Seperti yang kubilang tadi, tempat potong rambut ini sangat sangat PROFESIONAL.
***
Setelah sekitar 15 menit aku memperhatikan mbak kasir berdebat di telepon, akhirnya dia menutupnya. Fyuuh, 15 menit yang terasa 15 hari bagiku. Bisa kamu bayangkan rasanya berdiri di depan perempuan yang sedang berdebat dengan pacarnya sambil menunggu kembalianmu datang?
Akhirnya dia kembali sadar. Dengan mata yang berkaca-kaca, dia paksakan diri untuk tersenyum dan memberikan kembalianku. Pada saat ini, yang kurasakan adalah, aku ingin memeluknya dan menenangkannya. Tapi aku sadar, aku belum pernah memeluk satu perempuan pun selama hidupku, termasuk ibuku. Jadi, aku pikir pelukanku padanya tidak akan memberikan bantuan yang berarti baginya. Lagipula, aku tidak kenal mbak kasir ini bukan?
Oke, akhirnya setelah menyelesaikan proses pembayaran yang ternyata berubah menjadi emosional ini, aku duduk di kursi tunggu. Saat ini ada 6 tukang cukur yang beraksi, dan di kursi tunggu hanya ada 3 orang. Artinya, menurut perhitunganku, waktu untuk giliranku tidak akan lama lagi.
Duduk berdiam diri di tempat potong rambut adalah hal yang membosankan. Ditambah dengan tidak adanya pesan masuk di ponsel, membuatku menjadi orang yang mati gaya di tempat ini. Hal itu membuat aku menerawang ke berbagai sudut ruangan. Aku melamun.
Tak butuh waktu lama, lamunanku berhenti saat aku melihat cermin di depanku. Ya, aku melihat bayanganku di cermin itu. Dan titik fokusku tertuju pada rambut panjangku. Inilah bagian yang paling menyebalkan dalam memotong rambut. Saat kita harus melihat rambut panjang kita yang akan segera kita potong, tiba-tiba terlihat hebat! Ya, aku tidak tahu sihir apa yang digunakan di tempat pemotongan rambut, namun rambutku selalu terlihat hebat di sini. Mendadak, aku merasa sayang untuk memotongnya.
Namun aku bukanlah orang bodoh. Aku sudah sering mengalami hal ini. Rambut kita yang terlihat hebat di tempat potong rambut, hanyalah ilusi. Saat aku kembali bercermin di spion motorku, pasti rambutku akan terlihat sama seperti sebelumnya. Konyol, berat, dan berantakan.
Aku tidak boleh membiarkan pikiran negatifku menguasaiku.
Aku akan tetap teguh dan yakin pada diriku. Aku akan tetap memotong rambutku, saat ini juga. Apalagi aku sudah membayar tadi. Uang yang sudah kubayarkan tak dapat dikembalikan. Aku harus tetap memotong rambut ini.
Tunggu dulu, berbicara mengenai pikiran negatif yang menguasai dan uang yang sudah dibayar, membuatku akan teringat sesuatu. Ya, mbak kasir! Seharusnya aku tidak biarkan pikiran negatifku menguasai tadi. Aku seharusnya menghibur mbak kasir yang sedang bersedih tadi. Mungkin sedikit tepukan dan kata-kata semangat dariku akan membuatnya tersenyum lagi. Aku adalah orang yang terdekat dengannya saat dia sedang menerima guncangan tadi, dan aku tidak melakukan apa-apa? Ahh! Cowok macam apa aku ini? Sepertinya aku menyesali perbuatanku tadi.
Oke, mulai sekarang aku berjanji, sebagai seorang lelaki sejati aku tidak boleh membiarkan pikiran negatif menguasaiku lagi.
Aku akan mengambil setiap peluang yang ada. Aku akan menjadi inspirasi bagi dunia ini! Aku akan…
“Mas! Mas mau potong rambut apa nongkrong di sini? Dari tadi kok dipanggil enggak sadar?” Suara tukang cukur membangunkanku dari lamunanku. Sepertinya, giliranku sudah tiba.
Aku duduk di kursi. Kulepas kacamataku, dan bersiap untuk dipotong rambutnya. Seperti biasa, kain panjang akan digunakan untuk menutupi tubuhku agar tidak kejatuhan rambut-rambutku.
“Mau dipotong model seperti apa mas?” Tanya si tukang sambil menyiapkan gunting rambutnya.
“Model seperti CR7 atau Gareth Bale mas!” Balasku mantap. Aku memang sudah merencanakannya dari awal.
“Hah? CR steven? Geret Bel? Apa itu mas?” Si tukang bertanya lagi, dengan tatapan yang benar-benar kosong. Gawat.
“CR7 mas, Cristiano Ronaldo, masak enggak tahu?”
“Apa itu mas? Mirip-mirip Mowhawk gitu ya?”
What the…? Oke tenang, aku hanya perlu menjelaskan bahwa dia adalah pemain sepakbola dan si tukang cukur ini pasti akan mengerti. Cowok mana sih yang gak suka sepakbola?
“Itu loh mas, pemain sepakbola yang terkenal, yang dari Portugal,” kataku dengan yakin.
“Wah, saya ndak suka sepakbola mas. Saya sukanya tinju. Saya lagi bersedih nih mas, kemarin Chris John ngumumin kalau dia pensiun.”
Damn. Ini kenapa gue malah dengerin curhatnya soal Chris John? Gak Cuma kamu, semua orang Indonesia juga sedih tahu kalau masalah itu. Eh, tunggu dulu, aku tahu, haha! Aku emang jenius!
Kurogoh saku celanaku, kuotak-atik smartphoneku sampai menemukan apa yang aku cari. “Nih mas, aku punya gambar model rambut yang aku maksud.”
Si tukang tinju, eh, maksudku tukang cukur itu melihat gambar Christiano Ronaldo yang ada di ponselku, lalu manggut-manggut mengerti. “Oalah mas, itu mah namanya model klimis. Kalau ini saya tahu. Udah terkenal, gak perlu diomongin nama orangnya. Ini orangnya juga gak terkenal kayaknya.”
“Ya ya ya, terserah mas deh. Yang penting bisa kan potong kayak gitu?”
“Bisa banget mas!”
Lalu dengan cekatan si tukang cukur memotong rambutku. Dia terlihat sangat ahli. Dia melakukannya dengan santai namun fokus. Aku suka.
Aku masih terfokus pada gerakan-gerakan si tukang cukur, sampai ada sesuatu yang menarik perhatianku. Aku melihat ada seorang perempuan duduk di kursi tunggu!
Aku bisa melihatnya melalui cermin besar yang ada di hadapanku. Aku tidak memakai kaca mata, sehingga wajahnya tidak terlalu jelas. Tapi aku yakin, dia adalah seorang wanita yang super cantik. Rambutnya panjang sampai punggung, lurus, hitam, dan lebat. Dia memakai jaket model cowok, namun tetap saja terlihat seksi di mataku. Aku yakin, dia adalah wanita idamanku!
Tapi tunggu dulu, apa yang kuharapkan dari wanita di tempat cukur cowok? Ya, bertemu wanita di tempat ini, lalu kemudian berkenalan hingga akhirnya kencan adalah sebuah impian yang bodoh. Seorang wanita ada di tempat cukur cowok, artinya dia pasti menemani cowoknya untuk potong rambut. Yap, aku tidak punya kesempatan. Lupakan.
Tunggu dulu, bukankah tadi aku baru saja berjanji pada diri sendiri untuk menghilangkan pikiran negatif? Ya, aku tidak boleh kalah pada pikiran negatifku! Kali ini, aku harus berusaha. Aku yakin dia adalah jodohku, dan aku tidak boleh membiarkannya lepas.
Aku tidak akan menyerah kali ini.
Dia berada di belakangku, dan aku dapat melihatnya dengan jelas dari cermin. Aku harus mencoba melakukan tatapan yang seduktif padanya. Jika dia menatapku lebih lama, itu artinya dia tertarik dan cukup berani untuk berbicara denganku. Jika kita saling menatap, lalu dia menundukkan pandangan, itu artinya dia tertarik padaku, tapi cukup malu untuk mengakuinya. Jika baru beberapa saat dia sudah membuang pandangannya, itu artinya dia sama sekali tidak tertarik padaku.
Baiklah, ini mudah. Aku hanya perlu menatapnya terus, dan dia akan segera menatapku.
Aku terus menatapnya. Dan akhirnya, yak, dia melihatku. Mari kita lihat apa reaksinya.
Dia…
Melotot padaku!
Aku tidak begitu jelas melihatnya, tapi aku yakin dia melotot padaku. Dia terus memandangiku, tidak berkedip sedikitpun. Kita saling bertatapan sangat lama. Itu artinya, dia tertarik padaku!
Yiiha! Aku tahu hari ini akan datang juga. Hari di mana aku bertemu dengan jodohku tanpa kurencanakan.
Aku tahu saat aku melihat diriku di kaca spion motorku tadi adalah sebuah petunjuk Tuhan. Juga saat aku melihat mbak kasir menangis tepat di depanku. Juga saat aku melihat rambutku yang mendadak indah di cermin tempat potong rambut ini. Aku tahu semuanya adalah tanda dari Tuhan untuk membuat aku mengejar wanita yang ada belakangku ini. Tuhan ingin aku mengejarnya! Tidak diragukan lagi.
Jodohku aku datang.
***
Begitu tukang cukur selesai menata rambutku. Aku langsung menatap ke cermin lagi, dan aku melihat perempuan itu masih ada di sana. Jodohku.
Aku tak begitu mempedulikan potongan rambutku lagi saat si tukang cukur menunjukan bagian belakang rambutku dengan cermin kecilnya. Yang ada di otakku saat ini hanyalah keinginan untuk mengejar wanita di belakangku. Jodohku.
Segera setelah si tukang melepas kain yang melindungi tubuhku dari rambut yang jatuh, aku mengambil kaca mataku. Aku segera memakainya. Aku ingin segera melihatnya, melihat wanita yang kucintai dari pandangan pertama di cermin. Melihat jodohku.
Sesaat sebelum aku mengenakan kacamata, aku melihatnya mendekat ke arahku. Ternyata begini ya kalau sudah jodoh? Aku bahkan tidak perlu melakukan langkah pertama, justru dia yang memulainya! Aku segera kenakan kacamataku. Aku ingin segera melihat jodoh…
“Lu dari tadi melototin gue mulu, lu ngajak ribut ya?”
Dia berambut panjang sepunggung dengan kulit wajah yang putih. Dia mengenakan jaket model cowok. Dan yah, dia memang… cowok berambut panjang dengan kulit wajah yang putih.
/// Cerita pendek atau cerpen ini adalah karya terbaik dari anak-anak KF (Kampus Fiksi).