Sejarah bidan dilihat dari perkembangan, pelayanan dan pendidikan sangat penting untuk dipahami. Sejarah tersebut meliputi perkembangan bidan di luar dan di dalam negeri khususnya Indonesi. Olehnya, menjadi urgensi dan prioritas terkhusus untuk saudari yang berkecimpung dalam dunia kebidanan.
Nah, untuk lebih jelasnya silahkan simak berikut ini!
Sejarah Bidan di Dunia
Salam hangat untuk kamu, tahukah Kamu bahwa pelayanan bidan sudah dicatat pada saat zamannya raja Fir’aun, dimana pada saat itu semua bayi yang lahir dengan jenis kelamin laki-laki harus dibunuh.
Pada zaman tersebut dua orang perempuan bernama Sifra dan Poah dikenal sebagai pendamping atau penolong perempuan-perempuan yang sedang melahirkan, Sifra dan Poah membantu seorang perempuan yang sedang bersalin dan menyelamatkan bayi yang dilahirkan dengan jenis kelamin laki-laki dengan menyembunyikannya supaya tidak dibunuh.
Selain mendampingi dan membantu persalinan, Sifra dan Poah juga memberikan perlindungan untuk bayi yang baru saja dilahirkan, hal ini menunjukkan bahwa Sifra dan Poah tidak hanya membantu menolong persalinan saja tetapi juga merawat bayi yang baru saja dilahirkan.
Memang pada jaman dahulu sesuai dengan sejarah di atas, bidan hanya memberikan pelayanan mulai dari mempersiapkan ibu hamil agar dapat melahirkan secara alamiah, lalu membantu ibu dalam masa persalinan dan membantu merawat bayi yang dilahirkan.
Hal ini diperkuat dengan ditemukannya Patung Mochica (500SM) yang menggambarkan wanita inpartu (dalam persalinan) dibantu oleh dua orang bidan.
Pernyataan Socrates dan Aristoteles juga menguatkan bahwa profesi bidan ada sejak jaman dahulu.
Pernyataan Socrates; “midwifery a most respective profession “, sedangkan Aristoteles menyatakan sebagai berikut: “she (a midwife) must have cheerfull and plesant, nature, and never be in hurry” TAO TE CHING: “should do good without show and fuss, must take the lead, ensure the mother is helped, yet still free and in charge”. SORANOS: “should be intelligent and literate”.
Pada abad 14 bidan dikatakan sebagai “penyihir”, berpraktek dengan jampi-jampi, dan kekuatan supranatural (lacking the knowledge and skills for midwifery).
Sedangkan pada tahun 1970-an sampai 1980-an persalinan lebih banyak dilakukan di rumah sakit bila dibandingkan dengan persalinan di rumah (home birth) dengan alasan keamanan dan kelengkapan fasilitas, namun demikian mulai tahun 1993 terjadi perubahan dimana lebih ke natural childbirth.
Maksudnya persalinan merupakan sesuatu yang alamiah dan normal sehingga apabila tidak terjadi penyulit maka pertolongan persalinan tidak perlu intervensi medis dan memilih persalinan di rumah (home birth) dengan pendekatan WOMEN CENTRED CARE, CONTROL, CHOICE AND CONTINUITY.
Maksudnya perempuan yang menjadi klien bidan dijadikan sebagai partner, bukan sebagai obyek asuhan (WOMEN CENTRED CARE) sehingga segala sesuatu tentang kondisi klien dan asuhan kebidanan yang akan diterima oleh perempuan atau klien sudah dibicarakan bersama atau didiskusikan.
Klien diberikan alternatif pilihan dengan keuntungan dan kerugiannya dan klien akan memutuskan mana yang akan dipilihnya (CHOICE).
Sebagai contoh mengenai posisi persalinan, setelah klien diberikan penjelasan tentang seberbagai macam posisi persalinan dengan keuntungan serta kerugiannya, klienlah yang akan memilih mana yang lebih nyaman dan cocok untuk dirinya.
Selanjutnya bidanlah yang akan memberikan asuhan dan memonitor (CONTROL). Asuhan kebidanan dilakukan secara berkesinambungan sejak masa hamil, bersalin dan nifas (CONTINUITY).
Selanjutnya, pada tahun 1994 dengan adanya International Conference Population and Development (ICPD) di Kairo Mesir, terjadilah pengembangan pelayanan bidan yaitu Safemotherhood (program penyelamatan selama masa reproduksi), Family Planning (Keluarga Berencana), Penyakit Menular Sexual termasuk infeksi saluran, reproduksi, kesehatan reproduksi remaja dan kesehatan reproduksi lanjut usia (lansia).
Millennium Development Goals
Saat ini dengan adanya Millennium Development Goals (MDG’s) pelayanan kebidanan lebih difokuskan untuk mencapai MDG’s pada tahun 2015.
Seperti kita ketahui bahwa Millennium Development Goals (MDG’s) merupakan kesepakatan dari mayoritas kepala negara yang ada di dunia ini untuk mencapai delapan tujuan yaitu:
- Eradicate extreme poverty and hunger
- Achieve universal primary education
- Promote gender equality and empower women
- Reduce child mortality
- Improve maternal health
- Combat HIV/AIDS, malaria and other diseases
- Ensure enviromental sustainability
- Develop a global partnership for development
Khusus untuk pelayanan kebidanan lebih difokuskan pada tujuan nomor 4 dan 5 yaitu Reduce child mortality, Improve maternal health (penurunan angka kematian anak dan peningkatan derajad kesehatan ibu).
Menurut Kamu, mengapa pelayanan kebidanan difokuskan pada tujuan MDG’s no 4 dan 5?
Pelayanan Kebidanan difokuskan pada tujuan MDG’s no 4 dan 5, karena tujuan no 4 dan 5 berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi bidan.
Perkembangan Bidan di Luar Negeri
Berikut ini Kamu akan mengikuti perkembangan pelayanan dan pendidikan bidan di beberapa negara, antara lain:
1. Spanyol
Spanyol merupakan salah satu negara Eropa yang telah lama mengenal profesi bidan. Diceritakan bahwa dalam abad pertengahan, salah satu rajanya (Phillip ke II) ditolong oleh bidanan pada waktu lahir.
Pada tahun 1752 dibuat persyaratan bahwa bidan harus lulus ujian, dimana materi ujiannya adalah dari sebuah buku kebidanan berjudul :”A short Treatise on the art of midwifery”.
Pendidikan bidan di ibukota Madrid dimulai pada tahun 1789. Bidan dipersiapkan untuk bekerja secara mandiri di masyarakat, terutama di kalangan keluarga petani dan buruh tingkat menengah ke bawah.
Bidan tidak boleh memberi obat-obatan dan melakukan tindakan yang menggunakan alat-alat kedokteran/ instrumen. Akan tetapi bidan diperbolehkan untuk menolong pada kelahiran sungsang, gemelli, lahir premature dan melakukan versi luar maupun pengeluaran plasenta secara manual.
Pada tahun 1924 sebuah rumah sakit Santa Christina mulai menerima ibu-ibu yang hendak bersalin. Untuk itu dibutuhkan tenaga bidan lebih banyak. Pada tahun 1932 pendidikan bidan disini secara resmi menjadi school of midwives.
2. Belkamu
Negeri Belkamu juga merupakan salah satu negara Eropa yang teguh berpendapat bahwa pendidikan bidan harus dilakukan secara terpisah dari pendidikan perawat.
Disiplin dua ilmu ini memerlukan sikap dan ketrampilan yang berbeda. Perawat pada umumnya bekerja dalam hirarki rumah sakit di bawah pengawasan dokter, sedangkan bidan diharapkan untuk dapat bekerja secara mandiri di tengah masyarakat.
Akademi pendidikan bidan yang pertama dibuka pada tahun 1861 di rumah sakit Universitas Amsterdam. Akademi kedua dibuka pada tahun 1882 di Rotterdam dan yang ketiga pada tahun 1913 di Heerlen.
Pada awalnya pendidikan bidan adalah 2 tahun, kemudian menjadi 3 tahun dan kini 4 tahun (1994). Pendidikannya adalah directentry dengan dasar lulusan SLTA 13 tahun.
Tugas pokok bidan di Belkamu adalah menangani ibu dalam keadaan normal saja, sedangkan untuk ibu dalam keadaan yang abnormal dirujuk ke dokter ahli kebidanan.
Dokter umum disini tidak menangani kasus kebidanan, sesuai dengan ketentuan dan peraturan pemerintahnya tahun 1970. Berikutnya kita akan menuju ke negara Denmark, mari kita lihat perkembangan pelayanan pendidikan di Denmark!
3. Denmark
Denmark juga merupakan negara Eropa lainnya yang berpendapat bahwa bidan merupakan profesi tersendiri.
Pendidikan bidan disini dimulai pada tahun 1787 dan pada tahun 1987 yang lalu merayakan berdirinya 200 tahun sekolah bidan.
Kini ada dua pendidikan bidan di Denmark. Satu sekolah ada di ibukota Copenhagen dan satu lagi ada di Aalborg, Jutland. Setiap tahun diterima 40 siswa dengan lama pendidikan 3 tahun, directentry.
Bagi mereka yang sudah perawat, pendidikan bidan adalah 2 tahun. Hal ini mulai menimbulkan berbagai kontrovesi di kalangan bidan sendiri, apakah tidak sebaiknya pendidikan bidan didasarkan atas pendidikan perawat? Tetapi sebagian besar tetap berpendapat tidak.
Ada pendidikan post-graduate bagi bidan selama 9 bulan, dalam bidang pendidikan (teaching) atau pengelola (administration).
Pada tahun 1973 telah disusun rangkaian pedoman bagi bidan, yang mengelompokkan klien dalam berbagai resiko tinggi (high risk), namun pada kenyataannya sering tidak jelas atau kurang jelas, sehingga diusulkan untuk mengadakan revisi terhadap pedoman tersebut.
Pada tahun 1980 pedoman baru dikeluarkan, yang isinya sama sekali tidak lagi menyinggung kelompok resiko. Yang tercantum dalam kata pengantar tentang masa kehamilan adalah sebagai berikut: ”The perinatal period is a normal period of a family’s life. The woman, her family and close friends should be central. The midwife, doctors and any other staff are there only to support the woman, her family”. Penekanan pelayanannya adalah pada kesehatan dan “noninvasive care”
4. Kanada
Selanjutnya kita akan menuju Kanada, seperti yang Kamu ketahui, Kanada merupakan negara yang sudah maju dan bertetangga dengan USA, akan tetapi pendidikan bidan merupakan suatu hal yang sulit untuk dilaksanakan.
Tenaga bidan yang ada disini pada umumnya datang dari luar Kanada atau lulusan dari negara di luar Kanada. Mereka bekerja sebagai perawat dan pelayanan kebidanannya disebut maternity nursing. Hal ini dilakukan demikian, karena di Kanada tidak ada peraturan atau izin praktek bidan.
Baru pada tahun 1991 keberadaan bidan atau midwife secara resmi diakui di Kanada.Ontario adalah provinsi pertama di Kanada yang menerbitkan peraturan tentang kebidanan setelah sejarah panjang tentang kebidanan yang illegal dan berakibat pada meningkatnya praktik bidan yang tidak berijin.
Seperti Selandia Baru wanitalah yang menginginkan perubahan, mereka berbicara tentang pilihan asuhan dan keputusan yang mereka buat.
Di Ontario untuk pendidikan bidan dimulai dari university based direct entry dan lamanya pendidikan 3 tahun.
Mereka yang telah mempunyai ijazah bidan sebelumnya diberi kesempatan untuk mengikuti semacam penyesuaian selama 1 tahun, sesudah itu diadakan registrasi dan mendapat ijin praktek bidan.
Model Kebidanan yang dipakai di Ontario berdasarkan pada definisi ICM tentang bidan yaitu seorang tenaga yang mempunyai otonomi dalam lingkup persalinan yang normal.
Bidan memiliki akses kepada rumah sakit maternitas dan wanita mempunyai pilihan atas persalinan di rumah atau di rumah sakit. Selandia Baru dan Kanada sama-sama menerapkan model partnership dalam asuhan kebidanan.
Beberapa aspek di dalamnya antara lain: hubungan dengan wanita, asuhan berkelanjutan, informed choice and consent, praktik bidan yang memiliki otonomi dan fokus pada normalitas kehamilan dan persalinan.
Dalam membangun dunia profesi kebidanan yang baru. Selandia Baru dan Kanada membuat satu sistem baru dalam mempersiapkan bidan-bidan untuk registrasi. Keduanya memulai dengan satu keputusan bahwa bidanlah yang dibutuhkan dalam perawatan maternitas.
Ruang Lingkup praktik bidan di kedua negara tersebut tidak keluar dari jalur yang telah ditetapkan ICM, yaitu bidan bekerja dengan otonomi penuh dalam lingkup persalinan normal atau pelayanan maternitas primer. Bidan bekerja dan berkonsultasi dengan ahli obstetric bila terjadi komplikasi dan ibu serta bayi memerlukan bantuan dari pelayanan maternitas sekunder.
Bidan di kedua negara tersebut mempunyai akses fasilitas rumah sakit tanpa harus bekerja di rumah sakit. Mereka bekerja di rumah atau di rumah sakit maternitas.
Selandia Baru dan Kanada menerapkan program direct entry selama 3 tahun dalam pendidikan bidan. Sebelumnya, di Selandia Baru ada perawat Kebidanan dimana perawat dapat menambah pendidikannya untuk menjadi seorang bidan, sedangkan di Kanada tidak ada.
Bagaimanapun, kedua negara tersebut yakin bahwa untuk mempersiapkan bidan dapat yang dapat bekerja secara otonomi dan dapat memberikan dukungan kepada wanita untuk mengontrol persalinannya sendiri.
Penting untuk mendidik wanita yang sebelumnya belum pernah berkecimpung dalam sistem kesehatan yang menempatkan kekuatan dan kontrol medis. Karena itu, program direct entry lebih diutamakan.
Kedua negara tersebut menggunakan dua model pendidikan yaitu pembelajaran teori dan magang. Pembelajaran teori di kelas di fokuskan pada teori dasar yang akan melahirkan bidan-bidan yang dapat mengartikulasikan filosofinya sendiri dalam praktik, memanfaatkan penelitian dalam praktik mereka, dan berfikir kritis tentang praktik.
Dilengkapi dengan belajar magang, dimana mahasiswa bekerja dengan bimbingan dan pengawasan bidan yang berpraktik dalam waktu yang cukup lama.
Bidan tersebut akan menjadi rolemodel yang penting untuk proses pembelajaran. Satu mahasiswa akan bekerja dengan satu bidan, sehingga mereka tidak dikacaukan dengan bermacam-macam model praktik. Mahasiswa bidan juga akan mulai belajar tentang model partnership.
Model ini terdiri dari: Partnership antara wanita dan mahasiswa bidan; partnership antara program kebidanan dengan profesi kebidanan, serta program kebidanan dengan wanita.
Dari sini dapat kita lihat bahwa model pendidikan kebidanan yang digunakan oleh Selandia Baru dan Kanada saling terkait satu sama lain sebagai bagian dari pelayan maternitas. Setiap bagian dari lingkungan tersebut memiliki bermacam-macam partnership yang saling terintegrasi.
Partnership menjaga agar program pendidikan tetap pada tujuan utamanya, yaitu mencetak bidan-bidan yang dapat bekerja secara otonom sebagai pemberi asuhan maternitas primer.
Selandia Baru dan Kanada telah sukses dalam menghidupkan kembali status bidan dan status wanita. Kesesuaian antara pendidikan bidan dan ruang lingkup praktik kebidanan adalah bagian penting dari sukses tersebut.
5. Inggris
Berikutnya Kamu akan melihat bagaimana sistem pendidikan bidan di Inggris. Inggris merupakan negara yang pendidikan bidannya dan praktek kebidanannya sudah mantap, terdapat dua jalur pendidikan bidan yaitu dari perawat atau langsung bidan (seperti Belkamu).
Buku tentang praktek kebidanan diterbitkan pada tahun 1902 di Inggris dan didesain untuk melindungi masyarakat dan praktisi yang tidak mempunyai kualifikasi. Pada saat itu sebagian besar bidan, buta huruf, bekerja sendiri, menerima bayaran untuk pelayanan yang mereka berikan kepada klien. Meskipun proporsi dari praktek bidan yang mempunyai kualifikasi meningkat dari 30% pada tahun 1905 menjadi 74% di tahun 1915, banyak wanita yang lebih menyukai dukun. Hal ini karena biaya dukun lebih murah, mengikuit tradisi lokal dan memberikan dukungan domestik.
Selama tahun 1920-an 50-60 % wanita hanya ditolong oleh seorang bidan dalam persalinannya, tetapi dalam keaadaan gawat darurat bidan harus memanggil dokter.
Pelayanan dipusatkan pada persalinan dan nifas dan pelayanan antenatal mulai dipromosikan pada tahun 1935.Bidan mandiri terancam oleh klinik lokal dan peningkatan persalinan di rumah sakit.
Pada tahun 1930 perawat juga terdaftar memasuki kebidanan karena dari tahun 1916 mereka dapat megikuti kursus pendek kebidanan daripada wanita tanpa kualifiaksi sebagai perawat. Hal ini megakibatkan penurunan status dan kekuatan bidan, karena perawat disosialisasikan utnuk menangani keadaan patologis dari pada keadaan fisiologis.
Meskipun direct entry di buka kembali pada awal tahun 1990 semua kursus kebidanan saat ini cenderung untuk dibatasi disekitar kualifikasi perawatan. Selama tahun 1980, Bidan di Inggris mulai berusaha mendapatkan otonomi yang lebih dan meningkatkan sistem melalui penelitian tentang altenatif pola perawatan.
Dengan perkembangan persalinan alternatif, bidan mulai mengembangkan praktek secara mandiri.
6. Amerika
Selanjutnya kita tengok sejarah bidan di Amerika. Pada sekitar tahun 1700, para ahli sejarah memperhitungkan bahwa angka kematian ibu di AS adalah sebanyak 95%.
Wanita menjalani persalinan tidak dengan rasa bahagia, tetapi dengan perasaan takut pada kematian meskipun beberapa diantara mereka sudah ditolong oleh dokter.
Salah satu alasan kenapa dokter banyak terlibat persalinan adalah untuk mengikis praktek sihir yang masih ada saat itu. Wanita mulai melihat masalah-masalah dalam persalinan sebagai sesuatu yang alami, dimana dokter memegang kendali.
Dokter banyak memberikan obat -obatan tetapi tidak mengindahkan aspek spiritual. Tahun 1765 pendidikan formal untuk bidan mulai dibuka.
Filosofi bahwa kelahiran bayi adalah sesuatu hal yang normal dan tidak dapat dipisahkan oleh kodrat wanita mulai dibangun oleh bidan. Pada akhir abad ke 18 banyak kalangan medis yang berpendapat bahwa secara emosi dan intelektual wanita tidak dapat belajar dan menerapkan metode obstetrik.
Pendapat ini digunakan untuk memfitnah bidan, sehingga bidan tidak mempunyai pendukung, tidak mempunyai banyak uang, tidak terorgansisir, dan tidak melihat diri mereka sebagai seorang yang professional.
Sejak awal 1900 setengah persalinan di AS ditangani oleh dokter, bidan hanya menangani persalinan wanita yang tidak mampu membayar dokter.
Tahun 1915 dokter Joseph de Lee menyatakan bahwa kelahiran bayi adalah proses patologis dan bidan tidak mempunyai peran di dalamnya. Ia memberlakukan prosedur tetap pertolongan persalinan di AS yaitu: Memberikan sedatif pada awal inpartu, membiarkan serviks berdilatasi, memberikan ether pada kala II, melakukan episiotomi, melahirkan bayi dengan forsep, ekstraksi plasenta, memberikan uterotonika serta menjahit episiotomi. Akibat prosedur tetap tersebut kematian ibu mencapai angka 600-700 kematian per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1900-1930, dan sebanyak 30-50 % wanita melahirkan di rumah sakit.
Tahun 1940 dokter Grantly Dick meluncurkan buku tentang persalinan alamiah. Hal ini membuat para spesialis obstetris berusaha meningkatkan peran tenaga di luar medis, termasuk bidan.
Tahun 1955 American College of Nurse Midwives (ACNM) dibuka pada tahun 1971 dan seorang bidan di Tenesse mulai menolong persalinan secara mandiri di sebuah institusi kesehatan.
Pada tahun 1979 badan pengawasan obat Amerika menyatakan bahwa ibu bersalin yang menerima anastesi dalam dosis tinggi telah melahirkan anak-anak yang mengalami kemunduran perkembangan psikomotor. Hal ini membuat masyarakat tertarik pada proses persalinan alamiah, persalinan di rumah, dan memicu peran bidan.
Pada era 1980-an ACNM membuat pedoman alternatif lain dalam pelayanan persalinan dan mengubah pernyataan yang negatif tentang home birth.
Pada tahun 1980-an, dibuat legalisasi tentang praktek profesional bidan. Hasil ini membuat bidan menjadi sebuah profesi dengan lahan praktek yang spesifik dan membutuhkan organisasi yang mengatur profesi tersebut.
Hambatan-hambatan yang dirasakan oleh bidan-bidan di Amerika Serikat saat ini antara lain:
- Walaupun ada banyak undang-undang baru, direct entry midwives masih dianggap illegal di beberapa negara bagian.
- Lisensi praktek berbeda di tiap negara bagian tidak ada stkamur nasional. Sehingga tidak ada definisi yang jelas tentang bidan sebagai seorang yang telah terdidik dan memiliki stkamur kompetensi yang sama.
- Sedikit sekali data yang akurat tentang direct entry midwives dan jumlah data tentang banyaknya persalinan yang mereka tangani.
- Kritik tajam dari profesi medis kepada direct entry midwives ditambah dengan isolasi dari system pelayanan kesehatan pokok telah mempersulit sebagian besar dari mereka untuk memperoleh dukungan medis yang adekuat bila terjadi keadaan gawat darurat.
7. Australia
Kebidanan dan keperawatan di Australia dimulai dengan tradisi dan latihan yang dipelopori oleh Florence Nightingale pada abad ke 19. Pada tahun 1824 kebidanan masih belum dikenal sebagai bagian dari pendidikan medis di Inggris dan Australia.
Kebidanan lebih banyak didominasi oleh dokter. Namun demikian, sebagian besar wanita yang melahirkan tidak dirawat dengan selayaknya oleh masyarakat.
Ketidakseimbangan seksual dan moral di Australia telah membuat prostitusi berkembang dengan cepat. Hal ini menyebabkan penduduk wanita banyak yang hamil dan jarang dari mereka yang memperoleh pelayanan dari bidan maupun dokter karena status sosial mereka.
Pendidikan Bidan yang pertama kali di Australia dimulai pada tahun 1862. Lulusan pada waktu itu telah dibekali dengan pengetahuan teori dan praktek. Pendidikan diploma kebidanan di mulai pada tahun 1893 dan mulai tahun 1899 hanya bidan yang sekaligus perawat yang telah terlatih yang boleh bekerja di rumah sakit.
Pada tahun 1913 sebanyak 30% persalinan ditolong oleh bidan. Meskipun ada peningkatan jumlah dokter yang menangani persalinan antara tahun 1900 sampai 1940 tidak ada penurunan yang berarti pada angka kematian ibu. Bidan terus disalahkan atas hal itu.
Kenyataannya, wanita kelas menengah ke atas yang ditangani oleh dokter dalam persalinannya, mempunyai resiko infeksi yang lebih besar daripada wanita miskin yang ditangani oleh bidan.
Kebidanan di Australia telah mengalami perkembangan yang pesat sejak 10 tahun terakhir. Dasar pendidikan telah berubah dari traditional hospital based programme menjadi tertiary course of studies untuk menyesuaikan kebutuhan pelayanan dari masyarakat.
Tidak semua institusi pendidikan kebidanan di Australia yang telah melaksanakan perubahan ini, beberapa masih menggunakan program pendidikan yang berorientasi pada rumah sakit. Kurikulum pendidikan disusun oleh staf akademik berdasarkan pada keahlian dan pengalaman mereka di lapangan kebidanan.
Kekurangan yang dapat dilihat dari pendidikan kebidanan di Australia hampir sama dengan pelaksanaan pendidikan bidan di Indonesia.
Belum ada persamaan persepsi mengenai pengimplementasian kurikulum di masing-masing institusi, sehingga lulusan bidan mempunyai kompetensi klinik yang berbeda tergantung pada institusi pendidikannya. Hal ini ditambah dengan kurangnya kebijaksanaan formal dan tidak adanya stkamur nasional.
Menurut national review of nurse education 1994, tidak ada direct entry untuk pendidikan bidan di Australia. Mahasiswa kebidanan harus menjadi perawat dahulu sebelum mengikuti pendidikan bidan, sebab di Australia kebidanan masih menjadi subspesialisasi dalam keperawatan (maternal and child health). Didalamnya termasuk pendidikan tentang keluarga berencana, kesehatan wanita, perawatan ginekologi, perawatan anak, kesehatan anak dan keluarga serta kesehatan neonatus dan remaja.
Adanya peraturan ini semakin mempersempit peran dan ruang kerja bidan.
Literatur yang tersedia bagi mahasiswa kebidanan masih kurang. Kurikulum yang ada sekarang ini dirasakan hanya sesuai untuk mahasiswa pemula saja atau intermediate, sehingga kadang-kadang mahasiswa yang sudah terlatih di keperawatan kebidanan diberikan porsi yang sama seperti pemula atau sebaliknya.
Mahasiswa yang sebelumnya telah mendapat pendidikan kebidanan keperawatan akan membawa konsep “sakit”. Transisi dari sakit ke filosofi “sehat” dalam kebidanan sedikit banyak akan menyulitkan mahasiswa.
8. New Zeland (Selandia Baru)
Selandia baru telah mempunyai peraturan mengenai praktisi kebidanan sejak 1904, tetapi lebih dari 100 tahun yang lalu, lingkup praktik bidan telah berubah secara berarti sebagai akibat dari meningkatnya hospitalisasi dan medikalisasi dalam persalinan.
Dari tenaga yang bekerja dengan otonomi penuh dalam persalinan normal diawal tahun 1900 secara perlahan bidan menjadi asisten dokter.
Dari bekerja di masyarakat, bidan sebagian besar mulai bekerja di rumah sakit pada area tertentu, seperti klinik antenatal, ruang bersalin, dan ruang nifas. Kehamilan dan persalinan menjadi terpisah.
Dalam hal ini bidan kehilangan pkamungannya bahwa persalinan adalah kejadian normal dalam kehidupan dan peran mereka sebagai pendamping kejadian tersebut.
Disamping itu bidan menjadi ahli dalam memberikan intervensi dan asuhan maternitas yang penuh dengan pengaruh medis.
Di Selandia Baru, para wanitalah yang berusaha melawan model asuhan persalinan tersebut, dan menginginkan kembalinya bidan ‘tradisional” yaitu seseorang yang berada di samping mereka dalam melalui kehamilan sampai dengan 6 minggu setelah persalinan.
Mereka menginginkan bidan yang percaya pada kemampuannya untuk menolong kelahiran tanpa intervensi medis, dan memberikan dukungan bahwa persalinan adalah proses yang normal.
Wanita-wanita di Selandia Baru ingin mengembalikan kontrol dalam persalinan mereka dan menempatkan diri mereka sebagai pusat kejadian tersebut, bukan objek dari medikalisasi.
Pada era 80-an, bidan bekerja sama dengan wanita untuk menegaskan kembali otonomi bidan dan bersama-sama sebagai rekanan, mereka telah membawa kebijakan politik yang diperkuat dengan legalisasi tentang profesionalisasi praktik kebidanan.
Sebagian besar bidan di Selandia Baru mulai memilih untuk bekerja secara independen dengan tanggung jawab penuh kepada klien dengan asuhannya dalam lingkup yang normal.
Lebih dari 10 tahun yang lalu pelayanan maternitas telah berubah secara dramatis. Saat ini 86% wanita mendapatkan pelayanan dari bidan selama kehamilan sampai nifas dan asuhan berkelanjutan yang hanya dapat dilaksanakan pada persalinan di rumah.
Sekarang disamping dokter, 63% wanita memilih bidan sebagai satu-satunya perawat maternitas dan hal ini terus meningkat. Ada suatu keinginan dari para wanita agar dirinya menajdi pusat dari pelayanan maternitas.
Model kebidanan yang digunakan di Selandia Baru adalah ‘partnership’ (kemitraan) antara bidan dan wanita.
Bidan dengan pengetahuan, ketrampilan dan pengalamannya dan wanita dengan pengetahuan tentang kebutuhan dirinya dan keluarganya serta harapan-harapan terhadap kehamilan dan persalinan. Dasar dari model kemitraan adalah komunikasi dan negosiasi.
Setelah kamu mempelajari berbagai pelayanan kebidanan di berbagai negara, apakah yang dapat Kamu simpulkan? Apakah kelebihan dan keterbatasan pendidikan bidan di berbagai negara yang telah dikemukakan? Kita ketahui bahwa pelayanan kebidanan di berbagai negara berkembang sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat dan disesuaikan dengan sittuasi dan kondisi negara setempat.
Demikian artikel seputar sejarah bidan dan perkembangannya di seluruh dunia. Jangan lupa untuk membagikan artikel ini agar lebih banyak lagi yang merasakan manfaatnya.