Press Release Kewaspadaan Tes Cepat (Rapid Test) COVID-19 IgM/IgG Berbasis Serologi oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik dan Kedokteran Laboratorium Indonesia (PDS PatKLIn) di Jakarta, 19 Maret 2020.
Coronavirus sudah sering disebut sebagai penyebab infeksi saluran pernafasan atas sampai pneumonia sejak 20 tahun yang lalu, antara lain human pathogenic CoV (HCoV), SARS-CoV, MERS-CoV dan patogenik Corona virus lain.
WHO menetapkan COVID-19 sebagai pandemi pada tanggal 11 Maret 2020. Deteksi virus SARS-CoV-2 sebagai penyebab COVID-19 yang direkomendasikan adalah real-time Polymerase Chain Reaction / PCR dilanjutkan sequencing untuk mengkonfirmasi diagnosis infeksi COVID-19.
Urutan tingkat kepercayaan (Confidence Level) untuk deteksi berbagai patogen dari yang tertinggi yaitu kultur, molekular (DNA atau RNA), antigen, dan yang terendah yaitu antibodi (IgM/IgG/IgA anti pathogen tersebut). Untuk SARS-CoV-2 tentu confidence level tertinggi saat ini adalah pemeriksaan molekular (yaitu real-time Polymerase Chain Reaction/PCR dilanjutkan sequencing yang telah dilakukan di Balitbangkes Jakarta), disebabkan karena kultur virus SARS-CoV-2 saat ini belum dapat dilakukan.
Mempertimbangkan bahwa saat ini mulai merebak berbagai rapid test IgM/IgG SARS-CoV-2 untuk deteksi COVID-19 dengan berbagai merk, maka perlu dipertimbangkan beberapa hal sebagai berikut:
- Deteksi antibodi terhadap SARS-CoV-2 dengan metode imunokromatografi (rapid test) belum ada penjelasan kinetika antibodinya. Antibodi baru terbentuk beberapa waktu setelah masuknya virus ke dalam tubuh, yang tentunya membutuhkan waktu, namun waktu terbentuknya antibodi belum disebutkan secara jelas pada beberapa referensi. Terdapat satu publikasi sementara ini yang menyatakan antibodi baru mulai terdeteksi dengan metode imunofluoresensi paling dini hari ke 6, namun sebagian besar antara hari ke 8 – 12 sejak timbulnya gejala.
- Antibodi terhadap SARS-CoV-2 belum terbukti dapat menentukan infeksi akut saat ini, sehingga belum direkomendasikan untuk diagnostik. Sebagai contoh seperti halnya infeksi dengue dikatakan sebagai infeksi akut apabila terjadi peningkatan titer 4x dengan metode Hemaagglutination Inhibition pada serum akut dan konvalesen, atau pada antibodi Treponemal pallidum (sifilis) yang hanya dapat menunjukkan paparan sehingga tidak bisa menentukan infeksi akut atau lampau, sementara IgG anti Rubella bersifat protektif, sehingga masih perlu pendalaman kinetika antibodi terhadap SARS-CoV-2 lebih lanjut.
- Berbagai rapid test tersebut belum diketahui validitasnya, antigen dan prinsip pemeriksaan yang digunakan, variasi waktu pengambilan spesimen, limit deteksi masing-masing rapid test, interferens, berbagai kondisi yang dapat menyebabkan hasil false positive dan false negative, serta belum diketahui adanya ijin edar resmi.
Apabila untuk skrining (deteksi dini), harus diinterpretasi dengan sangat hati-hati, karena hasil positif tidak bisa memastikan bahwa betul terinfeksi COVID-19 saat ini, sedangkan hasil negatif tidak bisa menyingkirkan adanya infeksi COVID-19 sehingga tetap berpotensi menularkan pada orang lain. False positive dan false negative perlu dipertimbangkan untuk deteksi antibodi karena validitas yang belum diketahui (sensitivitas dan spesifisitas diagnostik yang bervariasi) sehingga menyulitkan interpretasi. Berbagai hal yang dapat menyebabkan hasil false positive yaitu:
- Kemungkinan cross reactive antibodi dengan berbagai virus lain (Corona virus, dengue virus)
- Infeksi lampau dengan corona virus
Berbagai hal yang dapat menyebabkan hasil false negative adalah:
- Belum terbentuk antibodi saat pengambilan sampel (masa inkubasi)
- Pasien immunocompromised (gangguan pembentukan antibodi)
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka apabila menemukan hasil ICT (rapid test) positif maka HARUS dikonfirmasi dengan pemeriksaan PCR. Apabila ditemukan hasil negatif, harus dilakukan pengambilan sampel ulang 7 – 10 hari kemudian.
Baca Juga: Pemeriksaan Anti HBs Metode ELISA Sandwich
Namun pemeriksaan antibodi anti SARS-CoV-2 masih dapat dipertimbangkan untuk menunjukkan paparan infeksi sehingga dapat digunakan untuk surveilans atau studi epidemiologi dan penelitian lebih lanjut.