Tiga Kata Karya Reza Nufa

Tiga Kata Karya Reza Nufa

Tiga Kata

Oleh: Reza Nufa

Ternyata umur tidak dijatah dengan waktu, melainkan jumlah perkataan. Seorang akan mati jika jatah perkataannya sudah habis. Jadilah, orang yang punya jatah perkataan yang banyak bisa dengan leluasa bicara, bahkan berbohong. Sementara yang hanya punya jatah ratusan kata akan pendiam dan jujur. Tidak berucap kecuali benar-benar penting.

Bacaan Lainnya

Sudah dua puluh tahun anak lelaki kembar itu hidup bersama. Si kakak yang bodoh itu punya jatah jutaan kata. Adiknya yang cerdas luar biasa hanya punya jatah tiga kata. Tiga. Tidak lebih. Tapi mereka bisa berkomunikasi antar-kepala, tanpa lisan.

Si adik banyak terbantu karena kemampuan itu. Bila butuh menyampaikan sesuatu pada orang lain, misal saja untuk bertanya pada guru di kelas atau berargumentasi panjang lebar di hadapan teman-temannya, dia akan meminjam lidah kakaknya untuk bicara. Dia senang meski akhirnya guru itu tidak pernah menyadari bahwa dia yang bertanya. Tapi tanpa dia sadari, saking banyaknya ilmu yang dia miliki dalam kepalanya, dia telah merenggut lidah kakaknya. Selama dua puluh tahun hidup, lidah kakaknya lebih banyak dipakai olehnya. Jatah perkataan si kakak sudah hampir habis, tapi habis untuknya, bukan untuk pemiliknya sendiri.

Suatu ketika dia jatuh hati pada seorang gadis. Tentu, untuk mendekati gadis itu, dia bicara melalui lisan kakaknya. Segala perkataan dirangkai baik-baik dalam kepalanya, yang manis, yang lucu, lalu semuanya terucap dengan magis di lidah si kakak. Malangnya, gadis itu malah jadi mencintai kakaknya.

Dia meminta kakaknya agar menjelaskan pada gadis itu bahwa dialah yang merangkai kata-kata itu. Kali ini kakaknya menolak untuk meminjamkan lidahnya, karena sisa perkataan yang dia punya hanyalah tiga. Tiga. Tidak lebih. Sama seperti yang dipunyai olehnya.

Sejak saat itu dia membenci kakaknya. Dia bahkan lupa pada jasa kakaknya selama ini. Baginya, dia telah hidup menderita karena hanya diberi jatah tiga kata. Kakaknya, yang punya jatah jutaan kata itu, harusnya mau berkorban untuknya.

Kakak menyarankan agar dia mengutarakan cinta pada si gadis dengan jatah tiga kata yang dia punya. Katakan “aku cinta kamu.” Lalu mati. Tapi dia menolak. Dia tidak ingin mati. Apa nikmatnya mengucapkan cinta bila akhirnya tidak bisa hidup bersama?

Akhirnya, kakaknya yang bodoh tapi berhati lembut itu mengalah. Mereka menemui gadis itu lagi di bangku taman. Dengan bergetar lisan si kakak berkata, “Aku cinta kamu.” Tepat di kata ketiga, gadis itu menatap matanya dengan binar kebahagiaan, dan seketika itu pula maut membekuk jiwanya.

Gadis itu merengkuh jasad yang terkulai ke pangkuannya. “Aku juga mencintaimu,” katanya sambil berkali-kali menciumi bibir yang sudah beku. “Aku mencintaimu,” lagi dan lagi. Derai air mata menyusuri pipinya.

Si adik hanya duduk memangku hatinya yang remuk. Dia ingin mengatakan bahwa sesungguhnya dialah yang mencintai si gadis. Dia ingin berteriak bahwa perkataan itu adalah perkataan miliknya, datang dari lubuk hatinya. Tapi tiga kata yang dia punya tidak akan cukup. Tidak akan pernah cukup untuk orang yang terlalu pintar sepertinya.

***

/// Cerita pendek atau cerpen ini adalah karya terbaik dari anak-anak KF (Kampus Fiksi).

Berikan Nilai post

Yuk, Kami juga Ada di Google News, KLIK DISINI!

Artikel Direkomendasikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *