Macam-macam obat psikotropika menjadi target pembahasan kita kali ini. Materi obat psikotropika meliputi neuroleptik dan antaraktika.
Berdasarkan UU Nomor 05/1997 psikotropika merupakan zat atau obat-obatan baik alamiah ataupun sintetis yang bukan narkotika, berkhasiat untuk memberikan pengaruh selektif kepada sususan sistem syaraf pusat yang dapat menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Macam-Macam Pengolongan Obat Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat alami/sintetis bukan narkotik berkhasiat psikoaktif dapat menyebabkan perubahan aktivitas mental dan perilaku serta menimbulkan dependensi secara fisik dan psikis bila tanpa pengawasan.
Psikotropika dikenal dengan nama obat keras tertentu (OKT) karena termasuk golongan obat keras, tetapi bedanya dapat mempengaruhi aktifitas psikis baik mental maupun perilaku dan mempengaruhi SSP (sistem saraf pusat).
Golongan obat ini digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik yang berpengaruh terhadap taraf kualitas hidup pasien.
Dasar hukum yang mengatur tentang psikotropika adalah Undang-Undang No. 5 tahun 1997. Logo obat jenis psikotropika sama dengan golongan obat keras, yaitu lingkaran dengan dasar merah dan terdapat huruf K didalamnya.
1. Penggolongan Menurut UU Nomor 05/1997
Obat psikotropika berdasarkan UU Nomor 05/1997 merupakan zat atau obat-obatan baik alamiah ataupun sintetis yang bukan narkotika, berkhasiat untuk memberikan pengaruh selektif kepada sususan sistem syaraf pusat yang dapat menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Penggunaan obat golongan psikotropika datur dalam undang-undang yang bertujuan untuk:
- Menjamin ketersediaan psikotropika untuk pelayana kesehatan dan ilmu pengetahuan.
- Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika.
- Memberantas peredaran psikotropika secara gelap.
Obat psikotropika dibedakan atas 2 macam yaitu:
- Neuroleptik, menekan fungsi syaraf tertentu (major tranqulizer) obat ini kadang disebut obat hipnotik atau antipsikotik.
- Ataraktika atau anksiolitika atau minor tranqilizer digunakan untuk neuritis seperti gelisah, takut, stress Kadang obat ini juga disebut obat sedative.
Obat psikotropika digolongkan ke 4 golongan sebagai berikut:
a. Psikotropika Golongan I
Obat psikotropika golongan satu ini diproduksi untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan saja dan tidak boleh dipergunakan dalampengobatan atau terapi. Obat psikotropika golongan ini memiliki potensi sangat kuat untuk menyebabkan adiksi atau ketergantungan.
Contoh: Brolamfetamine (DOB) Contoh: Ekstasi MDA (Methylendioxyamphetamine), Ekstasi MDMA (methylen dioxy methamphetamini) dan Ekstasi MDEA (Methylen dioxy ethylamphetamine), meskalin, LSD, psilosibin.
b. Psikotropika Golongan II
Obat psikotropika golongan ini bertujuan untuk pengobatan dan terapi serta dapat dogunakan dalam pengembangan ilmu pengetahuan juga.
Obat psikotropika golongan dua memiliki potensi kuat menyebabkan ketergantungan. Contoh: Amfetamina, Sekokarbital, methamfetamin yang dikenal dengan nama Sabu-Sabu, deksamfetamin, Fenetilin.
c. Psikotropika golongan III
Sama dengan psikotropika golongan dua, obat psikotropika pada golongan ini umumnya digunakan untuk tujuan terapi dan pengobatan serta dapat juga digunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan.
Obat ini memiliki potensi sedang dalam menyebabkan ketergantungan. Contoh: Amobarbital, Pentobarbita, Flunitrazepam, siklobarbital.
d. Psikotropika Golongan IV
Obat psikotropika pada golongan ini sangat marak digunakan untuk tujuan terapi dan pengobatan serta dapat juga digunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Obat ini memiliki potensi ringan dalam menyebabkan ketergantungan.
Contoh: Bromazepam, diazepam, klordiasepoksida, mephrobomat, nitrazepam, klokzazolon, alpazolam, barbital, diazepam, khlordizepokside, lorazepam, nitrazepam (pil BK), meprobamat.
2. Penggolongan Psikotropika Berdasarkan Penggunaan Klinik
Berikut adalah penggolongan psikotropika berdasarkan penggunaan klinik, antara lain:
a. Antipsikosis (Neuroleptik/Major Tranquillizer)
Psikotropika jenis ini yang hanya digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta memiliki potensi kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan.
Ciri terpenting obat antipsikosis/neuroleptik adalah:
- Berefek anti psikosis, yaitu mengatasi agresifitas, hiperaktivitas, dan labilitas emosional pasien jiwa.
- Dosis besar tidak menyebabkan koma yang dalam ataupun anestesia.
- Dapat menimbulkan gejala ektrapiramidel yang reversibel atau ireversibel.
- Tidak ada kecenderungan untuk menimbulkan ketergantungan psiko dan fisik.
Contoh obat-obat dengan efek antipsikosis/neuroleptik terkuat adalah pimozida, haloperidol, bromperidol, sulpiridi, perfenazin, flufenazin, dan trifluoperazin. Sedangkan obat-obat dengan efek relative kurang kuat adalah klorpromazin.
b. Antiansietas (Antineurosis/Tranquilizers)
Psikotropika jenis ini yang berkhasiat sebagai obat dan dapat digunakan dalam terapi dan tujuan ilmu pengetahuan serta memiliki potensi kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan.
Berguna untuk pengobatan simtomatik penyakit psikoneurosis dan berguna sebagai obat tambahan pada terapi penyakit somatik yang didasari ansietas dan ketegangan mental.
Obat antiansietas juga dikenal sebagai obat anti cemas. Antiansietas tidak berkhasiat antipsikotis dan tidak berkhasiat langsung terhadap fungsi-fungsi otonom dan tidak menimbulkan efek-efek ekstrapiramidal.
Efek ekstrapiramidal adalah efek/gejala yang dapat berupa dystoria, gejala penyakit parkison (tremor tangan, kakunya anggota gerak, muka seperti topeng), dan akathisia (selalu ingin bergerak).
Gejala-gejala ini disebabkan karena kurangnya dopamine pada otak. Jenis obat antiansietas antara lain: diazepam (chlordiazepoxide).
c. Antidepresian
Psikotropika jenis ini yang berkhasiat sebagai obat dan banyak digunakan dalam terapi dan tujuan ilmu pengetahuan serta memiliki potensi sedang mengakibatkan sindrom ketergantungan dan merupakan obat untuk mengatasi depresi mental yang terbukti dapat menghilangkan/mengurang depresi yang timbul pada beberapa jenis skizofrenia.
Jenis obat antidepresian misalnya zimeldin, trazodon, fluvozamin dan fluoxentin, nomifensin, serta maprotilin dan mianserin. Jenis lain adalah trisiklik (generik), MAO inhibitor, amitriptyline (nama dagang).
d. Psikotogenik (Halusinogenik)
Psikogenik berkhasiat sebagai obat dan sangat luas digunakan dalam terapi dan tujuan ilmu pengetahuan serta memiliki potensi ringan mengakibatkan sindrom ketergantungan di dunia.
Obat yang dapat menimbulkan kelainan tingkah laku, disertai halusinasi, gangguan cara berpikir dan perubahan alam perasaan. Jenis obat halusinogen yang sering digunakan: LSD dan psilosibin.
LSD dapat menimbulkan halusinasi (efek perubahan persepsi yang menyebabkan adanya sesuatu yang terdengar atau terlihat padahal seharusnya tidak ada).
Psilosibin adalah zat halusinogen yang terdapat pada jamur yang tumbuh pada kotoran sapi, kuda, atau kerbau.
Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja secara umum diuraikan berikut ini:
- Semua obat psikofarmaka bersifat lipofil dan mudah masuk dalam CCS (Cairan Serebro Spinal) di mana mereka melakukan kegiatannya secara langsung terhadap saraf-saraf otak.
- Mekanisme kerja psikofarmaka berhubungan erat dengan kadar neurotransmitter di otak atau antar keseimbanganya. Neurotransmitter atau neurohormon adalah zat yang menyebabkan penerusan implus (rangasangan listrik) dari suatu neuron (axon) melalui sinaps ke neuron yang lain (dendrite atau saraf post-sinaptik).
Mekanisme kerja sesuai penggolongan adalah sebagai berikut:
1. Antipsikosis (Neuroleptik/Major Tranquillizer)
- Anksiolitik: Dapat meniadakan rasa bimbang,takut,kegeisahan,dan agresi yang hebat.
- Anti-emetik: Digunakan untuk melawan mual dan muntah yang hebat, misalnya pada kanker.Obat ini tidak akan efektif apabila diberikan pada penderita mabok perjalanan.
- Analgetik: Beberapa obat neuroleptika memiliki daya kerja analgetik kuat misalnya levopromazin dan droperidol.Obat-obat yang lain dapat juga memperkuat efek analgetika,misalnya klorpomazin, dengan jalan mempertinggi ambang nyeri.
2. Antiansietas (Antineurosis/ Tranquilizers)
Bekerja secara sentra diseluruh susunan saraf pusat dan perifer. Obat ini sangat berguna untuk mengatasi atau mengobati keadaan-keadaan neurosis.
3. Antidepresin
- Meningkatkan sensitivitas terhadap aminergik neurotransmiter.
- Menghambat re-uptake aminergik neurotransmitter.
- Menghambat penghancuran oleh enzim MAO (Mono Amine Oxidase) sehingga terjadi peningkatan jumlah aminergik neurotransmitter pada neuron di SSP.
Semua antidepresi memiliki efek sedatif yang masing-masing bervariasi kekuatannya. Efek sedatif adalah efek/gejala yang dapat berupa dystoria,gejala penyakit parkison (tremor tangan, kakunya anggota gerak, muka seperti topeng), dan akathisia (selalu ingin bergerak).
Gejala-gejala ini disebabkan karena kurangnya dopamine pada otak. Atas dasar efek sedatifnya dapat digolongkan sebagai berikut.
- Berefek sedatif baik. Amitriptilin, doksepin, trimipramin, opipramol, dan mianserin. Obat-obat ini layak digunakan pada depresi vital, kegelisahan dan agresi.
- Berefek sedatif sedang. Imipramin, klomipramin, dibenzepin dan maprotilin.
- Berefek sedatif ringan. Nomifensin, zimeldin, desipramin, dan protiptilin. Obat ini lebih disukai pada depresi vital yang terhalang, dimana pasien sudah berada dalam keadaan apatis termenung-menung.
Zat Adiktif Lain
Zat adiktif lainnya adalah zat yang dapat menimbulkan ketergantungan atau psikoaktif tetapi secara UU tidak termasuk dalam golongan narkotika maupun psikotropika. Jenis yang sering dijumpai adalah alkohol dan pelarut organik.
1. Alkohol
Alkohol merupakan sumber energi potensial dibandingkan dengan karbohidrat, karena 1g alkohol dapat menghasilkan 9 kkal (karbohidrat hanya 4,2 kkal). Akibat penggunaan alkohol yang tidak terkontrol antara lain: ketergantungan, pola makan tidak teratur, peradangan dan pendarahan usus, kekurangan vitamin, kekebalan tubuh menurun, hepatitis, denyut jantung tidak teratur, dan kerusakan otak. Bahaya alkohol akan meningkat jika alkohol yang diminum adalah ilegal yang bisanya berfungsi sebagai antiseptik. Umumnya alkohol antiseptik mengandung metanol yang jika dikonsumsi dapat menimbulkan kebutaan
2. Pelarut Organik
Pelarut organik adalah zat yang mudah menguap pada temperatur kamar, berupa produk kimiawi rumah tangga sebagai pelarut/inggridiens. Contoh: lem, cairan pembersih, cairan poles, tinner, cat, minyak petrolium. Menghirup uap pelarut organik menyebabkan efek high yag memicu kerusakan mukosa hidung, bronkus, hepatitis dan gagal ginjal.
Penutup
Psikotropika dalah zat atau obat baik alamiah maupun sintetris, bukan narkotika, yang bersifat atau berkhasiat psiko aktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabjan perubahankahas pada aktivitas mental dan perilaku.
Zat/obat yang dapat menurunkan aktivitas otak atau merangsang susunan syaraf pusat dan menimbulkan kelainan perilaku, disertai dengan timbulnya halusinasi (mengkhayal), ilusi, gangguan cara berpikir, perubahan alam perasaan dan dapat menyebabkan ketergantungan serta mempunyai efek stimulasi (merangsang) bagi para pemakainya.
Pemakaian Psikotropika yang berlangsung lama tanpa pengawasan dan pembatasan pejabat kesehatan dapat menimbulkan dampak yang lebih buruk, tidak saja menyebabkan ketergantungan bahkan juga menimbulkan berbagai macam penyakit serta kelainan fisik maupun psikis si pemakai, tidak jarang bahkan menimbulkan kematian.
Sebagaimana Narkotika, Psikotropika terbagi dalam empat golongan yaitu Psikotropika golongan I, Psikotropika golongan II, Psikotropika golongan III dan Psikotropika golongan IV.
BACA JUGA: Penggolongan Obat Muntah
Referensi
Nuryati. (2017). Farmakologi. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 148, 148–162.
Stevani, H. (2016). Praktikum Farmakologi. Modul Bahan Ajar Cetak Farmasi, 171.
Suprapti, T. (2016). Praktikum Farmasetika Dasar. 148, 148–162.