Penggolongan Obat Respirasi

penggolongan obat respirasi

Macam-macam penggolongan obat respirasi menjadi kajian kita kali ini. Seperti yang diketahui, sistem respirasi atau sistem pernapasan merupakan kumpulan organ yang bersinergi dan berfungsi mengatur keluar masuknya udara dalam tubuh.

Salah satu organ terpenting dalam sistem pernapasan adalah paru-paru. Paru-paru berfungsi untuk oksigenasi darah dan ekskresi karbon dioksida serta air.

Oleh karena itu, paru-paru memiliki kaitan yang erat dengan jantung secara fungsionalitas. Kinerja jantung dan paru-paru saling bergantung satu sama lain, sehingga jika terjadi gangguan pada paru-paru maka kinerja jantung akan terganggu dan menurunkan fungsi sistem kardiovaskuler.

Bacaan Lainnya

Terdapat berbagai jenis gangguan pada sistem pernapasan khususnya paru-paru, gangguan/penyakit ini biasanya bermanifestasi dalam bentuk batuk dan ekspektoransi, dispneu, nyeri dada, dan hemoptisis.

Obat respirasi dapat dikelompokkan menjadi beberapa golongan yang akan diuraikan berikut ini:

1. Obat Antitusif, Ekspektoran, dan Mukolitik

Batuk adalah suatu reflek fisiologi yang dapat berlangsung baik dalam keadaan sehat maupun sakit. Reflek tersebut terjadi karena adanya rangsangan pada selaput lendir pernapasan.

Reflek tersebut berfungsi untuk mengeluarkan dan membersihkan saluran pernapasan, sehingga merupakan suatu mekanisme perlindungan tubuh. Reflek batuk ditimbulkan karena radang (infeksi saluran pernapasan, alergi), sebab-sebab mekanis (debu), perubahan suhu yang mendadak dan rangsangan kimia (gas, bau-bauan).

Batuk penyakit terutama disebabkan oleh infeksi virus dan bakteri. Batuk dapat juga merupakan suatu gejala pada penyakit tifus, radang paru-paru, tumor saluran pernapasan, dekompensasi jantung, asam atau dapat pula merupakan kebiasaan.

Terlebih dahulu harus membedakan jenis batuk, apakah merupakan batuk produktif (mengeluarkan dahak) atau batuk non-produktif.

Batuk produktif merupakan suatu mekanisme perlindungan dengan fungsi mengeluarkan zat asing (kuman, debu, dan sebagainya) dan dahak dari tenggorokan, sehingga batuk jenis ini tidak boleh ditekan.

Pengobatannya menggunakan obat golongan ekspektoran yang berguna untuk mencairkan dahak yang kental dan mempermudah pngeluaran dahak dari saluran napas.

Batuk non-produktif adalah batuk yang tidak berguna sehingga harus di tekan. Untuk menekan batuk jenis ini digunakan obat golongan pereda batuk yang berkhasiat menekan rangsangan batuk.

Untuk batuk karena alergi digunakan kombinasi obat dengan ekspektoran. Misalnya, sirup chlorphemin yang mengandung antihistamin Promethazine dan diphenhidramin. Diperlukan juga kombinasi ekspektoran dan pereda batuk untuk mengurangi frekuensi batuk.

a. Obat Antitusif

Obat Antitusif merupakan obat penekan batuk yang secara spesifik menghambat atau menekan batuk. Kebanyakan obat antitusif menekan sistem syaraf pusat sehingga dapat mempengaruhi pusat batuk yang berada di medula oblongata. Obat batuk digolongkan menjadi dua golongan berdasarkan tempat kerjanya yaitu, sentral dan perifer.

# Obat antitusif sentral

Obat antitusif sentral bekerja dengan cara menekan refleks batuk dengan meningkatkan ambang rangsang pusat refleks batuk di medula oblongata sehingga kepekaan pusat refleks batuk terhadap rangsangan batuk berkurang.

Antitusif sentral dibagi menjadi dua yaitu antitusif narkotik dan antotusif non narkotik. Antitusif narkotik adalah obat penekan batu yang berpotensi mengakibatkan kecanduan.

Obat antitusif narkotik antara lain kodein, morfin, dan lain-lain. Sedangkan obat antitusif non narkotik merupakan obat penekan batuk yang tidak memiliki potensi menyebabkan adiksi.

Contoh dari obat antitusif non narkotik antara lain adalah dekstrometorfan, noskapin, dan lain-lain.

# Obat Antitusif Perifer

Obat antitusif perifer bekerja langsung pada reseptor pernapasan di saluran napas bagian atas melalui efek anestesi lokal atau secara tidak langsung mengurangi iritasi lokal melalui pengaruhnya pada mukosa saluran napas bagian atas.

Adapun mekanisme lain dari obat antitusif perifer adalah dengan mengatur kelembaban udara dalam saluran napas dan relaksasi otot polos bronkus pada saat spasme bronkus. Obat antitusif perifer antara lain adalah lidokain, lignokain, tetrakain, dan lain-lain.

Mekanisme kerja obat antitusif dapat dilihat pada bagan berikut.

Mekanisme Bantuk
Mekanisme Bantuk

b. Obat Ekspektoran

Obat ekspektoran adalah obat-obat yang memperbanyak batuk yang produktif dan volume sekret bronkial.

Batuk produktif atau batuk yang bermanfaat adalah batuk yang dapat merangsang keluarnya sekret/dahak.

Mekanisme keja dari obat ekspetoran adalah dengan reflek merangsang kelenjar sekretori saluran napas bawah sebagai hasil efek iritasi mukosa lambung. Obat ekspektoran pada umumnya menurunkan viskositas (kekentalan) sputum/dahak atau mempermudah ekspektorasi.

c. Obat Mukolitik

Obat mukolitik adalah obat yang dapat membantu menurunkan viskositas atau kekentalan dari sputum khususnya untuk saluran napas bagian bawah sehingga sputum atau dahak menjadi lebih encer dan lebih mudah dikeluarkan agar tidak menumpuk di saluran pernapasan.

Mekanisme kerja obat ini adalah dengan memutuskan ikatan disulfida yang terdapat dalam sputum. Ikatan disulfida ini lah yang menyebabkan sputum kental dan liat. Contoh obat mukolitik antara lain: bromheksin, asetilsistein, dan lain-lain.

2. Bronkodilator dan Obat-obat Asma

Asma merupakan sebuah penyakit berupa adanya respons berlebihan dari trakea dan bronki terhadap berbagai rangsangan yang selanjutnya mengakibatkan tersebarnya penyempitan saluran napas yang beratnya dapat berubah secara spontan.

Asma juga merupakan suatu penyakit inflamasi. Adanya infeksi pada saluran pernapasan menyebabkan terjadinya bronkokonstriksi yang disetai dengan hipertrofi otot polos saluran napas dan kelenjar sekretori, pengelupasan epitelium, dan terlihat pula adanya penebalan lamina propria.

Oleh karena itu, obat asma digolongkan menjadi dua, antara lain:

a. Bronkodilator

Bronkodilator bekerja mencegah kontraksi otot polos bronkial, meningkatkan relaksasi otot polos bronkial, dan menghambat pembebasan mediator reaksi alergi. Sehingga bronkus dan saluran napas melebar kembali seperti ukuran normal dan aliran udara kembali lancar.

Beberapa contoh obat bronkodilator antara lain adalah: teofilin, teobromin, dan lain-lain.

b. Antiinflamasi

Obat antiinflamasi berkeja sebagai stabilisator yang secara spesifik mencegah degranulasi sel matosit paru dan kemudian mencegah mediator inflamasi/peradangan yang selanjutnya menurunkan aktivitas eisonofil, neutrofil, dan makrofag.

Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat asma dapat dibagi menjadi beberapa golongan, antara lain:

c. Anti-alergika

Adalah zat-zat yang berkhasiat menstabilisasi mastcell, sehingga tidak pecah dan mengakibatkan terlepasnya histamine.

Obat ini berguna untuk mencegah asma dan rhinitis alergis (hay fever). Yang termasuk golongan ini adalah kromoglikat dan nedocromil. Antihistaminika (seperti: ketotifen, oksatomida) dan β2-adrenergika memiliki efek kerja ini.

d. Bronchodilator

Mekanisme kerja obat ini adalah merangsang sistem adrenergic/melalui penghambatan system kolinergis sehingga memberikan efek bronkodilatasi.

Obat yang termasuk golongan ini antara lain:

# Adrenergika

Untuk Andrenergika obat ang digunakan adalah β2-simpatomimetika (β2-mimetik). Zat ini bekerja selektif terhadap reseptor β-2 (bronchospasmolyse) dan tidak bekerja terhadap reseptor β-1 (stimulasi jantung). Kelompok β2-mimetik adalah Salbutamol, Fenoterol, Terbutalin, Rimiterol, Prokaterol dan Tretoquinol. Sedangkan yang bekerja terhadap reseptor β-2 dan β-1 adalah Efedrin, Isoprenalin, Adrenalin.

# Antikolinergika (Ipatropium, deptropin, tiazianium)

Di dalam otot polos terdapat keseimbangan antara system adrenergik dan kolinergik. Bila reseptor β-2 sistem adrenergik terhambat, maka sistem kolinergik menjadi dominan, sehingga terjadi penciutan bronchi.

Antikolinergik bekerja memblokir reseptor saraf kolinergik pada otot polos bronchi sehingga aktivitas saraf adrenergk menjadi dominan dengan efek bronchodilatasi.

Obat kelompok ini akan menimbulkan beberapa efek samping, yaitu: tachycardia, pengentalan dahak, mulut kering, obstipasi, sukar kencing, gangguan akomodasi.

Penggunaannya sebagai inhalasi dapat meringankan efek samping.

# Derivat xantin (Teofilin, Aminofilin, dan Kolinteofinilat)

Mempunyai daya bronchodilatasi berdasarkan penghambatan enzim fosfodiesterase. Selain itu, Teofilin juga mencegah peningkatan hiperaktivitas, sehingga dapat bekerja sebagai profilaksis.

Kombinasi dengan Efedrin praktis tidak memperbesar bronchodilatasi, sedangkan efeknya terhadap jantung amat diperkuat. Oleh karena itu sediaan kombinasi demikian tidak dianjurkan terutama bagi manula.

3. Kortikosteroida (Hidrokortison, Prednison, Deksametason, Betametason)

Kortikosteroid efektif untuk asma, terutama bermanfaat pada serangan asma akibat infeksi virus/bakteri untuk melawan reaksi peradangan atau reaksi alergi lambat.

Kortikosteroid dapat mengurangi inflamasi pada mukosa bronkus (mengurangi edema dan sekresi mucus pada saluran pernapasan).

Daya bronchodilatasinya mempertinggi kepekaan β-2, sehingga dapat melawan efek mediator seperti peradangan dan gatal-gatal.

Untuk mengurangi hiperreaktivitas bronchi, zat-zat ini dapat diberikan per-inhalasi atau per-oral. Dalam keadaan gawat dan status asmathicus (kejang bronchi), obat ini diberikan secara i.v. (per-infus) lalu disusul dengan pemberian oral. Penggunaan oral untuk jangka lama dapat menekan fungsi anak ginjal.

Berikut ini diuraikan mengenai macam pemberian obat kortikosteroid.

a. Kortikosteroid Inhalasi

Kortikosteroid inhalasi dianjurkan sebagai profilaksi asma pada pasien yang menggunkan stimultan beta-2 agonis lebih dari satu kali sehari.

Kortikosteroid inhalasi mempunyai efek samping lebih kecil dibandingkan dengan pemberian secara sistemik.

b. Kortikosteroid Oral

Pada asma kronik lanjut, ketika respons terhadap obat-obat antiasma yang lain relative kecil, pemberian kortikosteroid oral dibutuhkan.

Kortikosteroid oral biasanya berupa dosis tunggal pada pagi hari untuk mengurangi gangguan terhadap sekresi kotisol.

4. Ekspektoransia dan Mukolitika (Asetilsistein, Bromheksin, Kaliumiodida, Amoniumklorida)

Obat ini mengurangi kekentalan dahak, Mukolitik dengan merombak mukosa proteinnya dan ekspektoransia dengan mengencerkan dahak, sehingga dahak mudah dikeluarkan.

Obat ini meringankan sesak napas dan pada serangan asma hebat berguna terutama bila lendir sangat kental dan sukar dikeluarkan.

Mekanisme kerja obat ini adalah merangsang mukosa lambung dan sekresi saluran pernapasan, sehingga menurunkan viskositas lendir.

Ekspektoran adalah senyawa yang mempermudah atau mempercepat pembuangan sekret bronchus dari bronchus dan trachea. Kelompok Mukolitik antara lain:

a. Bromheksin

Bekerja menguraikan mukopolisakarida asam sehingga serabut lendir bronchus akan terurai.

b. Asetilsistein

Asetilsistein menurunkan viskositas lendir bronchus dengan memutuskan jembatan disulfide protein dari molekul lender.

c. Karbosistein

Senyawa ini tidak dapat bereaksi langsung dengan molekul lendir. Kemungkinan besar senyawa ini bekerja intrasel pada sintesis lendissr dan dengan demikian menyebabkan pembentukan lendir yang encer.

Pada saat yang sama pembentukan lendir yang kental ditekan. Secara keseluruhan produksi secret berkurang.

5. Antihistamin (Ketotifen, Oksatomida, Tiazianium dan Deptropin)

Obat ini memblokir reseptor-histamin, sehingga mencegah efek bronchokontriksi. Banyak antihistamin yang memiliki daya antikolinergis dan sedative (obat penenang/pereda nyeri), sehingga banyak digunakan pada terapi pemeliharaan.

Semua antihistamin memberikan manfaat potensial pada terapi alergi nasal, rhinitis alergik, dan rhitinis vasomotor.

Antihistamin mengurangi mrinore dan bersin tetapi kurang efektif untuk kongesti hidung. Antihistamin oral juga dapat mencegah urtikaria dan digunakan untuk mengatasi ruam kulit pada urtikaria, gatal gigitan serangga serta alergi obat.

Injeksi klorferinamin dan prometazin diberikan bersama adrenalin pada terapi darurat anafilaksis dan angiodema.

Antihistamin berbeda-beda dalam lama kerja serta dalam derajat efek sedative dan antimuskarinik. Efek samping antihistamin antara lain mengantuk, palpitasi, dan aritmia, hipotensi, reaksi hipersensivitas, ruam kulit, reaksi fotosensivitas, efek ekstra pyramidal, bingung, depresi, gangguan tidur, tremor, konvulsi, keringat dingin, mialgia, kelainan darah, disfungsi hepar, dan rambut rontok.

Macam-macam antihistamin: Antihistamin non-sedatif, Akrivastin, Aztemizol, Setrizin hidroklorida, Loratadin, Terfenadin, Antihistamin sedative, Azatadin maleat, Klorfenilamin maleat.

BACA JUGA: Penggolongan Obat Kardiovaskuler

Penutup

Apabila pusat pernafasan mengalami depresi karena keracunan obat depresan seperti morfin, barbiturat, anestesi atau bahan industri umumnya diberi pernafasan buatan. Penderita gangguan sistem pernafasan pada umumnya mengalami kesulitan mengeluarkan dahak sehingga diberi obat mukolitik seperti bromheksin, fluimucil dls.

Referensi

Nuryati. (2017). Farmakologi. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 148, 148–162.

Stevani, H. (2016). Praktikum Farmakologi. Modul Bahan Ajar Cetak Farmasi, 171.

Suprapti, T. (2016). Praktikum Farmasetika Dasar. 148, 148–162.

4.5/5 – (2 votes)

Yuk, Kami juga Ada di Google News, KLIK DISINI!

Artikel Direkomendasikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *