Orgasme Kuba Karya Reza Nufa

Orgasme Kuba Karya Reza Nufa

Orgasme Kuba

Oleh: Reza Nufa

Ketika saya tergeletak di samping pelacur paling molek di Santiago de Cuba, isi kepala saya dipenuhi kekesalan pada si kunyuk Amerika. Mereka semakin gencar menekan Kuba. Awalnya hanya lewat retorika Kennedy, embargo ekonomi, hingga sekarang ini: operasi militer rahasia. Para tentara berkulit putih sudah hampir merangsek masuk lewat utara—melewati hutan-hutan dengan seragam mahal mereka, ketika saya sedang bertugas di sana, di perbatasan, menyamar menjadi seorang petani tembakau. Serangan mereka gagal karena laporan saya lebih dulu sampai pada panglima tertinggi kami, Fidel Castro. Saya rela menyerahkan nyawa saya untuknya. Dan persetan untuk Amerika.

Bacaan Lainnya

Mereka—maksud saya si kunyuk Amerika—tidak pernah suka pada negara yang tidak bisa ditundukkan, dan tuan Fidel, seperti pemimpin negara berdaulat lainnya, tidak akan pula mengalah pada mereka. Meski tidak semua orang Amerika saya benci, tentu saja, ya tentu saja ada pengecualian, semisal pelacur yang sekarang kembali terbangun dan mulai memainkan ‘anu’ saya. Dia keturunan Amerika, cantik, mulus, nikmat, dan mungkin semua itulah yang membuat dia tersohor selama beberapa tahun terakhir—sebagai pelacur paling mahal.

Lamunan saya terhenti. Saya letakkan cerutu ke atas asbak dan memulai kembali pertempuran dengan perempuan itu. Waktu senggang sangat mahal untk saya dan perempuan itu terlalu nikmat untuk dibiarkan. Maka saya bungkam bibirnya! Saya koyak dadanya! Saya tindih, saya serang, saya tusuk tubuhnya sambil sesekali berteriak “Amerika brengsek! Orang putih payah! Anjing pelacur!”

Tentu saja dia tidak marah ketika saya melakukan itu. Dia justru mendesah pasrah ketika peluh-peluh kami luruh; setubuh. Tapi, ketika saya sudah kelihatan lelah, seperti biasanya, dia berbalik menguasai diri saya. Dia berpindah posisi di atas saya, sambil menggoyangkan pinggulnya, bibirnya memaki saya dengan sebutan “Lelaki sialan! Rasakan!”

Itu membuat saya gila, mata saya membulat, syahwat saya memuncak, dan boom! Saya terkapar. Habis.

Kami membisu sama-sama. Berdamai. Napas kami berangsur normal dan keringat mengering. Ketika itulah obrolan-obrolan ringan kembali meluncur, tentang kemuakan saya pada hidup, tentang pengalaman saya berperang, dan tentang semua hal yang saya percaya tidak ada gunanya baginya. Dia cuma peduli pada uang saya, dan tentu pada ‘anu’ saya.

***

Sebuah sandi masuk ke ponsel saya, tentang Soviet yang berencana mengirimkan misilnya ke Kuba sebagai bentuk dukungan untuk melawan Amerika. Operasi ini tentu saja rahasia. Saya bukan orang yang akan dikirimi hal-hal tidak penting, meski mungkin, bagi orang-orang di luar sana, muka saya biasa saja, bahkan lebih mirip gembel tukang semir sepatu.

Soviet akhirnya ikut campur setelah tersiar kabar bahwa Amerika akan melakukan gempuran militer yang lebih besar. Masalah ini akan semakin meraksasa. Barangkali ini akan jadi puncak perang dingin dan kedua negara itu sudah siap saling menghancurkan dengan nuklir. Saya akan sangat senang menonton itu semua, andai, keluarga saya tidak akan kena bahaya. Sialnya, kenyataan justru bicara sebaliknya. Dan untuk pertama kalinya dalam hidup saya, saya ngeri.

Malam itu, saking gelisahnya saya memikirkan kemungkinan perang nuklir, saya merasa kangen pada istri dan kedua anak saya yang beranjak remaja. Pelacur kulit putih—yang sekarang ini melingkarkan tangannya ke dada saya—justru merasa kesal. Mungkin karena saya bertingkah beda, tidak segairah biasanya.

Dia menjatuhkan pipi halusnya di dada saya. “Mari kita lakukan sekali lagi, kumohon,” rayunya, seperti kuda betina yang bahagia bila dipecut dengan kasar.

“Aku harus pulang sekarang,” kataku dengan suara yang tebal. “Aku takut tidak akan sempat bertemu mereka lagi.”

“Kukira kau tidak punya keluarga.”

“Tentu saja punya.”

Dia tertawa dengan nada yang tak enak didengar, “Kau bercinta denganku dengan sangat hebat seolah tidak malu bila dilihat siapa pun. Ternyata kau punya keluarga. Hahaha.”

“Berisik!”

“Kapan kau kembali ke sini?” Dia sadar dirinya tak mampu menahanku. “Aku akan merindukanmu. Lelaki di sini payah semua!”

“Secepatnya. Kalau perang nuklir tidak terjadi,” celetukan itu keluar dengan ringan, seolah candaan, dan pelacur itu tertawa mendengarnya. Ya, dia tidak tahu siapa aku sebenarnya. Andai dia tahu, dia pasti menangis mendengar itu.

“Wah, kalau perang nuklir itu sudah dekat, datanglah ke sini, aku akan memberimu layanan gratis. Kita harus mengakhiri hidup dengan orgasme sama-sama.”

Ya, aku pasti kembali padamu. Dibanding istriku, kau memang lebih memuaskan. Sayangnya, aku tidak bisa mencintai perempuan yang membagi liangnya ke banyak lelaki. Tanpa membalas ucapannya, kuambil jaket kusamku, membuka pintu, pergi dari sana.

***

Pengiriman rudal dimulai pada 8 September 1962. Saya kembali ditempatkan di perbatasan dengan perasaan ingin membawa pelacur itu bersama saya. Saya sering merasa tegang—dalam banyak arti, dan ketika tegang itu menyerang, saya semakin ingin bercinta dengannya.

Hari-hari berikutnya diisi dengan kabar pengintaian pesawat U-2 Amerika, gerakan tentara mereka ke Turki, dan yang terakhir, tentang tertangkapnya seorang intelejen dari pihak sana. Aku merasa bahagia mendengar kabar terakhir. Semoga saja kami bisa mengupas banyak informasi sebelum intelejen ini membunuh dirinya sendiri.

Tanggal 22 Oktober 1962, jam 9 malam, setelah dua jam sebelumnya ada pidato resmi dari pihak Amerika yang akan menempatkan misilnya di Turki, saya mendapat sandi untuk kembali ke pusat kota. Ini perintah dadakan. Sering terjadi. Tapi kali ini rasanya berbeda. Sesampainya di kota, tepatnya di kerumunan pasar, di dekat toko cerutu terbaik, dua orang segera menghampiri saya.

“Ikut kami,” kata mereka dengan gestur yang kukenali. Mereka orang-orang kami.

“Ke mana?” tanyaku.

“Diam.”

Baiklah, aku diam.

Seorang dari mereka kemudian berkata, “Kau tentu ingat pada perempuan yang sering kau ajak bercinta. Kami ingin kau bertemu dengannya.”

***

/// Cerita pendek atau cerpen ini adalah karya terbaik dari anak-anak KF (Kampus Fiksi).

5/5 – (2 votes)

Yuk, Kami juga Ada di Google News, KLIK DISINI!

Artikel Direkomendasikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *